Ayah

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Ibu dan Difka

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Keluarga Sakinah,Mawadah,Warohmah

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Difka Audia Hasna

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Curug Simaja

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 26 September 2012

Tanggungjawab Seorang Islam Kepada Pasangan Saudara Baru (Muallaf)

Belakangan ini kita melihat bilangan pernikahan campur semakin bertambah dalam masyarakat kita. Pernikahan campur di sini merujuk kepada seorang yang asal Islam ingin menikah dengan seorang yang bukan Islam dan kemudian pihak yang bukan Islam tersebut telah memeluk Islam sebelum pernikahan dan dikenali sebagai saudara baru.
Saudara baru tersebut boleh jadi dari bangsa Cina, India, Inggris dan lain-lain yang asalnya beragama Hindu, Kristian, Budha dan sebagainya. Media juga banyak menunjukkan kisah-kisah pernikahan lain agama di kalangan selebriti negara.
Artikel kali ini tidak bertujuan membincangkan isu perbedaan kaum atau agama sebaliknya ingin melihat kepada tanggungjawab orang Islam terhadap saudara barunya di dalam menangani permasalahan berkaitan rumah tangga yang dibina.
Pernikahan beda agama ini mempunyai beberapa kebaikan seperti anak-anak yang dilahirkan selalunya mempunyai paras muka yang comel dan berkemungkinan mempunyai tahap kebijaksanaan yang lebih tinggi.
Hakikatnya usaha mengajak saudara baru memeluk Islam adalah satu dakwah yang sangat tinggi ganjarannya. Namun begitu, ia tidak terhenti kepada selesainya pernikahan tersebut, pasangan yang asalnya Islam bertanggungjawab mendidik pasangannya untuk memahami dan menghayati serta berusaha beramal dengan ajaran agama terutama amalan asas seperti shalat lima waktu, berpuasa, menjaga kehormatan, meninggalkan mabuk2an dan sebagainya.
Pernikahan adalah ikatan untuk hidup sepanjang hayat dan ia terkait rapat dengan kesediaan menerima dan memberi hak dan tanggungjawab antara pasangan. Tidak dapat dinafikan ada di antara pasangan nikah beda agama yang berbahagia sehingga ke akhir hayat dan menjadi contoh untuk pasangan lain.
Bahkan ada saudara baru yang memeluk Islam di atas keikhlasan dan kesadaran cinta akan Islam setelah menjadi seorang Muslim dan jauh lebih baik dibandingkan dengan mereka yang dilahirkan Islam.

Penulis terpanggil untuk mengupas isu ini karena sejak akhir-akhir ini terdapat perkembangan yang agak banyak melibatkan permohonan cerai isteri-isteri yang merupakan saudara baru di Mahkamah Syariah.
Sesuatu yang amat menyedihkan apabila antara lain alasan–alasan permohonan cerai isteri-isteri tersebut bahwa suami tidak menjalankan tanggungjawab dalam menyediakan nafkah lahir isteri, suami yg seorang pemabuk, pemarah dan sering memukul isterinya, tidak shalat dan tidak berpuasa malah tidak membenarkan isteri tersebut mengikuti acara fardu ain di mana – mana untuk meningkatkan pengetahuan dan kefahamannya terhadap cara hidup Islam.

Ada juga di antara suami tersebut yang hidup secara tidak bermoral dan bertentangan dengan hukum islam, seperti tidak mempunyai pendapatan yang tetap tetapi berfoya-foya di kelab-kelab malam dan mendatangi rumah2 pelacuran serta perjudian. Apabila pulang ke rumah, isteri sering dipukul dan suami telah meminta uang dari isteri untuk meneruskan kehidupannya yang tidak bermoral tersebut.

Ada juga di mana isteri yang bekerja dan mempunyai pendapatan sendiri telah disuruh berhenti bekerja dan diperintah oleh suami bahwa tugas seorang isteri yang beragama Islam adalah hanya tinggal di rumah, menjaga keluarga dan menyediakan makan minum dan pakaian suami serta diberikan amanah tidak boleh keluar dan berbicara dengan siapapun tanpa pengetahuan suami.
Perubahan cara hidup telah memberi kesan kepada sang istri dan apabila beliau tidak dapat bertahan lagi, isteri tersebut akan menghubungi teman2nya untuk mengumpat tanpa pengetahuan suami. Apabila suami mengetahuinya, isteri tersebut dimarahi, dipukul dan dikatakan tidak akan masuk syurga karena durhaka kepada suaminya. Apakah tindakan suami tersebut boleh dilakukan untuk melihat kecantikan Islam atau menyebabkan pandangan negatif terhadap Islam?

Terdapat juga yang menikah, tetapi selepas itu suami enggan bekerja dan mendesak isterinya menyediakan kebutuhan hidup untuknya.
Apabila malam, si suami keluar berfoya-foya dan minum arak sehingga mabuk. Apabila isteri menegur dan menasihati beliau, ia akan dijawab dengan caci maki dan pukulan demi pukulan oleh suami tersebut.
Akibat sering dipukul dan dikasari, isteri tersebut telah mengalami tekanan perasaan dan sering sakit. Tetapi si suami tidak menghiraukan bahkan membiarkan isteri sendirian untuk ke rumah sakit atas perbuatan sang suami.
Contoh-contoh di atas merupakan kesalahan besar sang suami yang sudah menikah dan hal ini sangat disesali.
Saudara2 baru yang menikah dengan orang Islam memerlukan didikan agar kecintaan dan kefahamannya kepada Islam akan bertambah subur hari demi hari.

Tetapi kekhilafan yang dilakukan oleh segelintir umat Islam telah menyebabkan nama baik agama turut tercemar, apa yang ditemui dari pasangannya dan cara pergaulannya adalah gambaran kepada ajaran Islam dan ia memberi kesan besar kepada mereka dalam menilai apakah sebenarnya Islam yang suci ini.
Justru, bagi orang Islam yang ingin menikah dengan yg beda agama, perlu melihat lebih jauh ke depan. Pasangan Islam itu sendiri perlu mempunyai kefahaman yang baik tentang Islam, memasang niat yang benar yaitu menikah demi syariat Islam dan  mendidik pasangannya ke arah sama-sama menghayati Islam.

Tanggungjawabnya sangat besar dan memerlukan usaha yang terus menerus.Kegagalan melayani saudara baru, memukul, tidak membenarkan isteri bekerja, mengambil uang istri sesuka hati, tidak menjalankan amalan syariat yg di ajarkan agama Islam, hidup bebas dengan arak dan zina. Hal tersebut yang akan menyebabkan saudara baru mempunyai persepsi salah mengenai Islam.

Tidak mustahil, saudara baru ini setelah bercerai akan berusaha kembali ke agama asalnya karena mereka tidak mendapat didikan moral, bahkan tidak dapat melihat kecantikan Islam dari pasangan yang dinikahinya. Bagaimana juga yang akan terjadi kepada anak-anak mereka setelah pasangan ini bercerai?
Justru, menjadi tanggungjawab besar seluruh umat Islam terutama pasangan suami atau isteri yang sudah beragama Islam untuk memberi kefahaman dan pendidikan tentang Islam kepada saudara baru tersebut. Kita juga mengharapkan agar pihak berwajib termasuklah pihak AGAMA  agar dapat memberi pengarahan kepada saudara baru selepas mereka menikah untuk melihat perkembangan mereka.

Semoga masalah2 kekhilafan umat Islam ini dapat berkurang pada masa-masa akan datang.
Aamiin,,,,,,,

KISAH NABI ADAM A.S


Setelah Allah s.w.t.menciptakan bumi dengan gunung-gunungnya,laut-lautannya dan tumbuh-tumbuhannya, menciptakan langit dengan mataharinya, bulan dan bintang-bintangnya yang bergemerlapan menciptakan malaikat-malaikatnya ialah sejenis makhluk halus yang diciptakan untuk beribadah menjadi perantara antara Zat Yang Maha Kuasa dengan hamba-hamba terutama para rasul dan nabinya maka tibalah kehendak Allah s.w.t. untuk menciptakan sejenis makhluk lain yang akan menghuni dan mengisi bumi memeliharanya menikmati tumbuh-tumbuhannya,mengelola kekayaan yang terpendam di dalamnya dan berkembang biak turun-temurun waris-mewarisi sepanjang masa yang telah ditakdirkan baginya.

Kekhawatiran Para Malaikat.

Para malaikat ketika diberitahukan oleh Allah s.w.t. akan kehendak-Nya menciptakan makhluk lain itu,mereka khawatir kalau-kalau kehendak Allah menciptakan makhluk yang lain itu, disebabkan kecuaian atau kelalaian mereka dalam ibadah dan menjalankan tugas atau karena pelanggaran yang mereka lakukan tanpa disadari. Berkata mereka kepada Allah s.w.t.:"Wahai Tuhan kami! Buat apa Tuhan menciptakan makhluk lain selain kami, padahal kami selalu bertasbih, bertahmid, melakukan ibadah dan mengagungkan nama-Mu tanpa henti-hentinya, sedang makhluk yang Tuhan akan ciptakan dan turunkan ke bumi itu, nescaya akan bertengkar satu dengan lain, akan saling bunuh-membunuh berebutan menguasai kekayaan alam yang terlihat diatasnya dan terpendam di dalamnya, sehingga akan terjadilah kerusakan dan kehancuran di atas bumi yang Tuhan ciptakan itu."

Allah berfirman, menghilangkan kekhuatiran para malaikat itu:
"Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui dan Aku sendirilah yang mengetahui hikmat penguasaan Bani Adam atas bumi-Ku.Bila Aku telah menciptakannya dan meniupkan roh kepada nya,bersujudlah kamu di hadapan makhluk baru itu sebagai penghormatan dan bukan sebagai sujud ibadah, karena Allah s.w.t. melarang hamba-Nya beribadah kepada sesama makhluk-Nya."
Kemudian diciptakanlah Adam oleh Allah s.w.t.dari segumpal tanah liat, kering dan lumpur hitam yang berbentuk.Setelah disempurnakan bentuknya ditiupkanlah roh ciptaan Tuhan ke dalamnya dan berdirilah ia tegak menjadi manusia yang sempurna

.

Iblis Membangkang.

Iblis membangkang dan enggan mematuhi perintah Allah seperti para malaikat yang lain, yang segera bersujud di hadapan Adam sebagai penghormatan bagi makhluk Allah yang akan diberi amanat menguasai bumi dengan segala apa yang hidup dan tumbuh di atasnya serta yang terpendam di dalamnya.  Iblis merasa dirinya lebih mulia, lebih utama dan lebih agung dari Adam, karena ia diciptakan dari unsur api, sedang Adam dari tanah dan lumpur.Kebanggaannya dengan asal usulnya menjadikan ia sombong dan merasa rendah untuk bersujud menghormati Adam seperti para malaikat yang lain, walaupun diperintah oleh Allah.

Tuhan bertanya kepada Iblis:"Apakah yang mencegahmu sujud menghormati sesuatu yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku?"
Iblis menjawab:"Aku adalah lebih mulia dan lebih unggul dari dia.Engkau ciptakan aku dari api dan menciptakannya dari lumpur."
Karena kesombongan, kecongkakan dan pembangkangannya melakukan sujud yang diperintahkan, maka Allah menghukum Iblis dengan mengusir dari syurga dan mengeluarkannya dari barisan malaikat dengan disertai kutukan dan laknat yang akan melekat pada dirinya hingga hari kiamat.Di samping itu ia dinyatakan sebagai penghuni neraka.

Iblis dengan sombongnya menerima dengan baik hukuman Tuhan itu dan ia hanya mohon agar kepadanya diberi kesempatan untuk hidup kekal hingga hari kebangkitan kembali di hari kiamat. Allah meluluskan permohonannya dan ditangguhkanlah ia sampai hari kebangkitan,tidak berterima kasih dan bersyukur atas pemberian jaminan itu, bahkan sebaliknya ia mengancam akan menyesatkan Adam, sebagai sebab terusirnya dia dari syurga dan dikeluarkannya dari barisan malaikat, dan akan mendatangi anak-anak keturunannya dari segala sudut untuk memujuk mereka meninggalkan jalan yang lurus dan bersamanya menempuh jalan yang sesat, mengajak mereka melakukan maksiat dan hal-hal yang terlarang,menggoda mereka supaya melalaikan perintah-perintah agama dan mempengaruhi mereka agar tidak bersyukur dan beramal soleh.

Kemudian Allah berfirman kepada Iblis yang terkutuk itu:
"Pergilah engkau bersama pengikut-pengikutmu yang semuanya akan menjadi isi neraka Jahanam dan bahan bakar neraka. Engkau tidak akan berdaya menyesatkan hamba-hamba-Ku yang telah beriman kepada Ku dengan sepenuh hatinya dan memiliki aqidah yang mantap yang tidak akan tergoyah oleh rayuanmu walaupun engkau menggunakan segala kepandaianmu menghasut dan memfitnah."


Pengetahuan Adam Tentang Nama-Nama Benda.

Allah hendak menghilangkan anggapan rendah para malaikat terhadap Adam dan menyakinkan mereka akan kebenaran hikmat-Nya menunjuk Adam sebagai penguasa bumi, maka diajarkanlah kepada Adam nama-nama benda yang berada di alam semesta, kemudian diperagakanlah benda-benda itu di depan para malaikat seraya:"Cubalah sebutkan bagi-Ku nama benda-benda itu, jika kamu benar merasa lebih mengetahui dan lebih mengerti dari Adam."
Para malaikat tidak berdaya memenuhi tentangan Allah untuk menyebut nama-nama benda yang berada di depan mereka.Mereka mengakui ketidak-sanggupan mereka dengan berkata:"Maha Agung Engkau! Sesungguhnya kami tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu kecuali apa yang Tuhan ajakan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana."

Adam lalu diperintahkan oleh Allah untuk memberitahukan nama-nama itu kepada para malaikat dan setelah diberitahukan oleh Adam, berfirmanlah Allah kepada mereka:"Bukankah Aku telah katakan padamu bahawa Aku mengetahui rahsia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan."

Adam Menghuni Syurga.

Adam diberi tempat oleh Allah di syurga dan baginya diciptakanlah Hawa untuk mendampinginya dan menjadi teman hidupnya, menghilangkan rasa kesepiannya dan melengkapi keperluan fitrahnya untuk mengembangkan keturunan. Menurut cerita para ulamat Hawa diciptakan oleh Allah dari salah satu tulang rusuk Adam yang disebelah kiri diwaktu ia masih tidur sehingga ketika ia terjaga, ia melihat Hawa sudah berada di sampingnya. ia ditanya oleh malaikat:"Wahai Adam! Apa dan siapakah makhluk yang berada di sampingmu itu?"

Berkatalah Adam:"Seorang perempuan."Sesuai dengan fitrah yang telah diilhamkan oleh Allah kepadanya."Siapa namanya?"tanya malaikat lagi.
"Hawa",jawab Adam."Untuk apa Tuhan menciptakan makhluk ini?",tanya malaikat lagi.
Adam menjawab:"Untuk mendampingiku,memberi kebahagian bagiku dan mengisi keperluan hidupku sesuai dengan kehendak Allah."

Allah berpesan kepada Adam:"Tinggallah engkau bersama isterimu di syurga,rasakanlah kenikmatan yang berlimpah-limpah didalamnya, rasailah dan makanlah buah-buahan yang lazat yang terdapat di dalamnya sepuas hatimu dan sekehendak nasfumu.Kamu tidak akan mengalami atau merasa lapar,dahaga ataupun letih selama kamu berada di dalamnya.Akan tetapi Aku ingatkan janganlah makan buah dari pohon ini yang akan menyebabkan kamu celaka dan termasuk orang-orang yang zalim.Ketahuilah bahawa Iblis itu adalah musuhmu dan musuh isterimu, ia akan berusaha membujuk kamu dan menyeret kamu keluar dari syurga sehingga hilanglah kebahagiaan yang kamu sedang nikmat ini."

Iblis Mulai Beraksi.

Sesuai dengan ancaman yang diucapkan ketika diusir oleh Allah dari Syurga akibat bangkangannya dan terdorong pula oleh rasa iri hati dan dengki terhadap Adam yang menjadi sebab sampai ia terkutuk dan terlaknat selama-lamanya tersingkir dari singgahsana kebesarannya. Iblis mulai menunjukkan rancangan penyesatannya kepada Adam dan Hawa yang sedang hidup berdua di syurga yang tenteram, damai dan bahagia.
Ia menyatakan kepada mereka bahawa ia adalah kawan mereka dan ingin memberi nasihat dan petunjuk untuk kebaikan dan mengekalkan kebahagiaan mereka.Segala cara dan kata-kata halus digunakan oleh Iblis untuk mendapatkan kepercayaan Adam dan Hawa bahawa ia betul-betul jujur dalam nasihat dan petunjuknya kepada mereka.Ia membisikan kepada mereka bahwa.larangan Tuhan kepada mereka memakan buah-buah yang ditunjuk itu adalah karena dengan memakan buah itu mereka akan menjelma menjadi malaikat dan akan hidup kekal.Diulang-ulangilah pujukannya dengan menunjukkan akan harumnya bau pohon yang dilarang indah bentuk buahnya dan lazat rasanya.Sehingga pada akhirnya termakanlah pujukan yang halus itu oleh Adam dan Hawa dan dilanggarlah larangan Tuhan.

Allah mencela perbuatan mereka itu dan berfirman yang bermaksud: "Tidakkah Aku mencegah kamu mendekati pohon itu dan memakan dari buahnya dan tidakkah Aku telah ingatkan kamu bahawa syaitan itu adalah musuhmu yang nyata."
Adam dan Hawa mendengar firman Allah itu sedarlah ia bahawa mereka telah terlanggar perintah Allah dan bahawa mereka telah melakukan suatu kesalahan dan dosa besar.Seraya menyesal berkatalah mereka:"Wahai Tuhan kami! Kami telah menganiaya diri kami sendiri dan telah melanggar perintah-Mu karena terkena pujukan Iblis. Ampunilah dosa kami karena nescaya kami akan tergolong orang-orang yang rugi bila Engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami."

Adam dan Hawa Diturunkan Ke Bumi.

Allah telah menerima taubat Adam dan Hawa serta mengampuni perbuatan pelanggaran yang mereka telah lakukan hal mana telah melegakan dada mereka dan menghilangkan rasa sedih akibat kelalaian peringatan Tuhan tentang Iblis sehingga terjerumus menjadi mangsa pujukan dan rayuannya yang manis namun berancun itu.
Adam dan Hawa merasa tenteram kembali setelah menerima pengampunan Allah dan selanjutnya akan menjaga jangan sampai tertipu lagi oleh Iblis dan akan berusaha agar pelanggaran yang telah dilakukan dan menimbulkan murka dan teguran Tuhan itu menjadi pengajaran bagi mereka berdua untuk lebih berhati-hati menghadapi tipu daya dan pujukan Iblis yang terlaknat itu.  Harapan untuk tinggal terus di syurga telah pudar karena perbuatan pelanggaran perintah Allah, hidup kembali dalam hati dan fikiran Adam dan Hawa yang merasa kenikmatan dan kebahagiaan hidup mereka di syurga tidak akan terganggu oleh sesuatu dan bahawa redha Allah serta rahmatnya akan tetap melimpah di atas mereka untuk selama-lamanya. Akan tetapi Allah telah menentukan dalam takdir-Nya apa yang tidak terlintas dalam hati dan tidak terfikirkan oleh mereka. Allah s.w.t.yang telah menentukan dalam takdir-nya bahawa bumi yang penuh dengan kekayaan untuk dikelolanya, akan dikuasai kepada manusia keturunan Adam memerintahkan Adam dan Hawa turun ke bumi sebagai benih pertama dari hamba-hambanya yang bernama manusia itu.  Berfirmanlah Allah kepada mereka: "Turunlah kamu ke bumi sebagian daripada kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain kamu dapat tinggal tetap dan hidup disana sampai waktu yang telah ditentukan."

Turunlah Adam dan Hawa ke bumi menghadapi cara hidup baru yang jauh berlainan dengan hidup di syurga yang pernah dialami dan yang tidak akan berulang kembali. Mereka harus menempuh hidup di dunia yang fana ini dengan suka dan dukanya dan akan menurunkan umat manusia yang beraneka ragam sifat dan tabiatnya berbeda-beda warna kulit dan kecerdasan otaknya.Umat manusia yang akan berkelompok-kelompok menjadi suku-suku dan bangsa-bangsa di mana yang satu menjadi musuh yang lain saling bunuh-membunuh aniaya-menganianya dan tindas-menindas sehingga dari waktu ke waktu  Allah mengutus nabi-nabi-Nya dan rasul-rasul-Nya memimpin hamba-hamba-Nya ke jalan yang lurus penuh damai kasih sayang di antara sesama manusia jalan yang menuju kepada redha-Nya dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.

Kisah Adam dalam Al-Quran.

Al_Quran menceritakan kisah Adam dalam beberapa surah di antaranya surah Al_Baqarah ayat 30 sehingga ayat 38 dan surah Al_A'raaf ayat 11 sehingga 25


Pengajaran Yang Terdapat Dari Kisah Adam.

Bahwa hikmah yang terkandung dalam perintah-perintah dan larangan-larangan Allah dan dalam apa yang diciptakannya kadangkala tidak atau belum dapat dicapai oleh otak manusia bahkan oleh makhluk-Nya yang terdekat sebagaimana telah dialami oleh para malaikat tatkala diberitahu bahawa Allah akan menciptakan manusia - keturunan Adam untuk menjadi khalifah-Nya di bumi sehingga mereka seakan-akan berkeberatan dan bertanya-tanya mengapa dan untuk apa Allah menciptakan jenis makhluk lain daripada mereka yang sudah patuh rajin beribadat, bertasbih, bertahmid dan mengagungkan nama-Nya.

Bahwa manusia walaupun ia telah dikurniakan kecerdasan berfikir dan kekuatan fizikal dan mental ia tetap mempunyai beberapa kelemahan pada dirinya seperti sifat lalai, lupa dan khilaf.Hal mana telah terjadi pada diri Nabi Adam yang walaupun ia telah menjadi manusia yang sempurna dan dikurniakan kedudukan yang istimewa di syurga ia tetap tidak terhindar dari sifat-sifat manusia yang lemah itu.Ia telah lupa dan melalaikan peringatan Allah kepadanya tentang pohon terlarang dan tentang Iblis yang menjadi musuhnya dan musuh seluruh keturunannya, sehingga terperangkap ke dalam tipu daya dan terjadilah pelanggaran pertama yang dilakukan oleh manusia terhadap larangan Allah.

Bahwa seseorang yang telah terlanjur melakukan maksiat dan berbuat dosa tidaklah ia sepatutnya berputus asa dari rahmat dan ampunan Tuhan asalkan ia sedar akan kesalahannya dan bertaubat tidak akan melakukannya kembali.Rahmat allah dan maghfirah-Nya dapat mencakup segala dosa yang diperbuat oleh hamba-Nya kecuali syirik bagaimana pun besar dosa itu asalkan diikuti dengan kesedaran bertaubat dan pengakuan kesalahan.
Sifat sombong dan congkak selalu membawa akibat kerugian dan kebinasaan.Lihatlah Iblis yang turun dari singgahsananya dilucutkan kedudukannya sebagai seorang malaikat dan diusir oleh Allah dari syurga dengan disertai kutukan dan laknat yang akan melekat kepada dirinya hingga hari Kiamat karena kesombongannya dan kebanggaaannya dengan asal-usulnya sehingga ia menganggap dan memandang rendah kepada Nabi Adam dan menolak untuk sujud menghormatinya walaupun diperintahkan oleh Allah s.w.t.

Kamis, 20 September 2012

Kebebasan Berpendapat dan Ketakutan Barat Terhadap Islam

Assallammuallaikum Wr,Wb..
Artikel ini saya copas dari artikel sebuah situs underground tauhid yang mungkin akan mempunyai faedah buat qt semua sebagai seorang muslim...
Sebuah hal yang akan membuat kemarahan lebih lanjut seluruh umat islam didunia..
Begitu banyak masalah yang dibuat orang2 yahudi untuk memecah belah dan membuat kerusuhan diantara orang2 islam...
Ingat wahai saudara2ku,,, dibalik itu semua ada sebuah konfirasi besar untuk menghancurkan islam..
Mungkin ini salah satu pertanda kiamat yang telah terbukti dg munculnya dajal2 yang akan merusak islam dan titik akhir dari semua adalah peperangan secara global ( skala besar ) antara islam dan yahudi yg jelas terdapat dlm Al-Qur'an dan Hadist.. Allahu'alam,,,
Dan Allah juga telah menyediakan neraka dengan tingkatan2nya...Anda bisa membacanya dalam Tingkatan2 Neraka..
Berikut 1 hal lagi yang membuat amarah umat islam bertambah setelah munculnya Film yang membuat kebohongan tentang ajaran agama islam dan nabi Muhammad SAW.

Dalam pemberitaan koran Jawa Pos hari ini (20/09/2012) dikatakan bahwa Prancis menutup kedutaan di 20 negara pasca penerbitan majalah di negara itu yang memuat kartun Nabi Muhammad Saw di halaman kovernya. Hal itu dilakukan pemerintah Prancis untuk mengantisipasi kemarahan umat Islam dinegara-negara tersebut yang mungkin akan menjadikan kedutaan Perancis sebagai sasaran kekerasan sebagaimana di Libya beberapa hari sebelumnya.
Sikap pemerintah Prancis ini sungguh aneh, disisi lain begitu melindungi kebebasan berekspresi warga negaranya, namun merasa ketakutan dengan konsekuensi logisnya. Seperti yang dikatakan oleh Perdana Menteri Prancis Jean-Marc Ayrault:
“Negara kami menjamin kebebasan berpendapat, termasuk kebebasan untuk menyuarakan pendapat lewat karikatur”.
“Kebebasan berpendapat” atau “kebebasan berekspresi” memang selalu menjadi alasan bagi orang-orang Barat untuk melegalkan kemungkaran didunia. Alasan itu memang sudah menjadi kewajiban bagi negara-negara Barat yang menganut politik Liberalisme.
Namun jika menghina Nabi Muhammad Saw dianggap sebagai kebebasan berekspresi atau berpendapat, maka seharusnya mereka juga harus siap dengan konsekuensi “kebebasan berekspresi” umat Islam dalam menyuarakan pembelaan terhadap Nabi-nya. Seharusnya mereka juga bersiap bahwa sebagian umat Islam yang menggunakan kekerasan dan pengerusakan property seperti ketika tragedi di Libya lalu adalah sebuah kebebasan berekspresi!
Penghinaan adalah Bentuk Ketakutan Barat terhadap Islam
Dalam tulisan ini, penulis sengaja tidak membahas apakah solusi kekerasan memang tepat untuk masalah ini, namun penulis lebih tertarik untuk membongkar betapa pengecutnya orang-orang yang menghina Rasulullah Saw di media-media Barat. Mereka itu hanyalah segelintir orang yang terkesan mencari-cari sensasi sesaat dari kontroversi yang sengaja mereka buat. Bahkan maraknya media-media Barat yang menghina Islam justru menjadi bukti bagi semua orang bahwa musuh-musuh Islam di Barat sudah kehilangan akal untuk mengatasi meningkatnya populasi pemeluk Islam dinegaranya. Bagaimana mungkin Barat tidak menganggap Islam sebagai ancaman jika populasinya selalu meningkat lebih dari 200% sejak 1930-an.
Memang benar apa yang dikatakan oleh John L. Esposito bahwa Islam adalah ancaman besar bagi Barat setelah runtuhnya Komunisme. Hal ini menyebabkan Barat harus berusaha mati-matian untuk mencegah perkembangan agama Islam disana. Oleh karenanya, DR.Zakir Naik pernah berkata dalam ceramahnya berjudul “Media dan Muslim” bahwa di Barat telah terbit lebih dari 60.000 judul buku dalam 150 tahun terakhir yang berisi hinaan dan hujatan terhadap Islam. Bahkan pernah pada tahun 2011, FBI merekomendasi sebuah buku berjudul The Complete Idiot’s Guide to Understanding Islam” untuk seluruh warga Amerika, yang isinya sudah bisa ditebak dari bagaimana buruknya pemilihan kata dalam judul buku tersebut.
Menghina Rasulullah Saw berarti melempar bumerang
Logikanya, para pengecut yang berani menghina Rasulullah Saw itu sebenarnya justru melempar bumerang untuk mengenai jidatnya sendiri. Mengapa? karena ketika mereka menghina Rasulullah Saw, maka otomatis perbuatannya itu akan menjadi ukuran kerendahan akhlak diri mereka sendiri. Sang penghina Nabi Saw itu tidak memiliki pengakuan oleh siapapun bahwa dirinya memiliki akhlak yang baik, sedangkan Rasulullah Saw akhlaknya bukan hanya dipuji oleh para pemeluk Islam saja, tapi bahkan para musuh pun banyak yang mengakuinya. Tidak akan berkurang kemuliaannya. Justru orang-orang awam yang penasaran akan mencari tahu tentang bagaiamana akhlak Rasulullah Saw yang sebenarnya.
Langkah kecil tapi kongkret
Maka melawan upaya-upaya pencitraan buruk oleh Barat terhadap Islam akan lebih efektif dengan cara menyebarkan seluas-luasnya informasi berupa tulisan-tulisan yang mengklarifikasi pencitraan buruk itu. Semisal, hanya melalui media facebook saja kita bisa begitu nge-share dan nge-like artikel-artikel, news, opini yang dibuat oleh sumber-sumber yang bisa dipercaya. Tidak sulit untuk melakukannya, tapi dampaknya bisa seperti efek bola salju. Kecil diawal, jika sudah bergulir akan menjadi semakin besar. Memang tidak sebesar impact yang dihasilkan media massa, namun percayalah bahwa setiap upaya sekecil apapun yang kita lakukan pasti akan medapat pahala besar dari Allah Ta’ala. InsyaAllah..Aamiin...



Sabtu, 15 September 2012

TINGKATAN NERAKA


Wahai hamba Allah Subhanahu wata’ala, wahai kalian manusia yang sadar bahwa dirinya akan kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala, ketahuilah bahwa penghuni Neraka tersebut adalah dari kalangan jin dan manusia.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
(QS. A-A’raaf: 179)


Dan Allah Subhanahu wata’ala juga berfirman:

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Kalimat Tuhan-mu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi Neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (QS. Huud: 119)


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

“Ia (neraka) mempunyai tujuh pintu; bagi tiap-tiap sebuah pintu ada bahagian yang tertentu dari mereka (yang sesat dan menyesatkan itu).”
(QS. Al-Hijr :44)

Berdasarkan keterangan yang tertulis dalam kitab:
“As-Sab'iyatu Fi Mawa'idzil Birriyat”,
Bahwa sesungguhnya Allah menciptakan neraka pada hari ahad.
Di situ disebutkan pula bahwa neraka itu mempunyai tujuh pintu atau tujuh tingkatan.


Begitu pula dalam kitab:
“Daqa'iquiAkhbar”
Disebutkan bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Jibril mengenai pintu atau tingkatan-tingkatan neraka ini.


Beliau bertanya :
“Apakah pintu-pintu neraka itu seperti pintu-pintu kami di dunia.?”

Jibril menjawab :
“Tidak..! sesungguhnya pintu-pintu neraka itu terbuka ke bawah. Oleh sebab itu, sebagian dari neraka itu lebih ke bawah dari sebagian yang lain. Jarak satu pintu ke pintu neraka yang lain, sejauh perjalanan tujuh ratus tahun. Setiap tingkatan pintu neraka lebih panas dari pintu neraka yang lain, dengan selisih tujuh puluh kali lipat..!”


Kemudian Nabi bertanya lagi :
“Siapakah yang menempati pintu-pintu/tingkatan-tingkatan tersebut..?”

Jibril menjawab :

①. Neraka “Hawiyyah”
Pintu neraka Hawiyyah ini adalah pintu neraka yang paling bawah (dasar), yang merupakan neraka yang paling mengerikan.
Pintu neraka ini ditempati oleh orang-orang munafik, orang kafir termasuk juga keluarga Fir'aun, dalam neraka Hawiyyah.
Hal ini sebagaimana arti dari firman Allah yang berbunyi:

“Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyyah”
(QS. Al-Qari'ah :9).



②. Neraka “Jahim”
Yakni pintu neraka ke 6.
Tingkatan neraka ini di atasnya neraka Hawiyyah.
Di dalamnya ditempati oleh orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah.
Hal ini sebagaimana arti firman Allah yang berbunyi:
“Dan diperlihatkan dengan jelas neraka Jahim kepada orang-orang yang sesat”
(QS. Asy-Syu'araa : 91).



③. Neraka “Saqar”

Merupakan pintu neraka pada tingkatan ke 5.
Di dalam pintu itu ditempati oleh orang-orang yang menyembah berhala atau menyembah patung-patung yang dibuat bangsanya sendiri.
Tingkatan pintu neraka ini, terletak di atasnya pintu neraka Jahim.
Tentang neraka ini, Allah telah berfirman yang artinya :

“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)”
(QS. Al-Mudatstsir : 42)



④. Neraka “Ladza”
Merupakan pintu neraka pada tingkatan nomor 4.
Di dalamnya ditempati Iblis laknatullah beserta orang-orang yang mengikutinya dan orang-orang yang terbujuk rayuannya.
Kemudian orang-orang Majusi pun ikut serta menempati neraka Ladza ini.
Mereka kekal bersama Iblis di dalamnya.
Tingkatan pintu neraka Ladza ini diatasnya pintu neraka Saqar.
Dalam hal ini Allah telah berfirman :

“Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak.”
(QS. Al-Ma'arij : 15).



⑤. Neraka “Huthamah”

Merupakan pintu neraka pada neraka tingkatan ke 3.
Di dalamnya ditempati oleh orang-orang Yahudi dan para pengikutnya.
Pintu neraka Huthamah ini, tingkatannya di atas pintu neraka Ladza yang dihuni para Iblis.
Tentang neraka Huthamah ini, Allah telah berfirman dalam Al-Qur'an :

“Dan tahukah kamu, apa Huthamah itu.? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan.”
(QS. Al-Humazah : 5-6).



⑥. Neraka “Sa'ir”

Merupakan pintu neraka pada neraka tingkatan ke 2.
Di dalamnya ditempati oleh orang-orang Nashrani dan para pengikutnya.
Pintu neraka ini berada di atas tingkatan pintu neraka Huthamah.
Mengenai neraka ini, Allah Ta'ala telah berfirman :

“Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”
(QS. Al-Insyigaq : 12).



⑦. Neraka “Jahannam”
Merupakan pintu neraka yang paling atas (pertama).
Pintu neraka ini ditempati oleh kaum muslimin (umat Muhammad) yang melakukan dosa besar.
Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad Rasulallah shalallahu 'alaihhi wasallam:

“Hai Muhammad.! pintu neraka jahannam, ini dihuni oleh orang-orang yang melakukan dosa besar dari umat-mu, dimana mereka mati sebelum bertaubat.”

Demi mendengar apa yang dikatakan Jibril, Rasulullah langsung pingsan. Ketika Rasulullah telah sadar kembali, beliau berkata:
“Hai Jibril..! sangat besar musibah-ku. Karena sesungguhnya aku amat takut bila umat-ku dimasukkan ke dalam neraka..!“

Malaikat Jibril menjawab:
“Ya, umat-mu yang melakukan dosa besar akan dimasukkan ke dalam neraka.!”

Kemudian Rasulullah menangis, dan Jibril pun ikut menangis. Tiba-tiba mereka berdua mendengar firman Allah Ta'ala :

“Hai Jibril, Hai Muhammad..! sesungguhnya Aku menjauhkan kalian berdua dari neraka. Tetapi jangan-lah kamu merasa aman dari siksa-Ku..!”

Dalam Al-Qur'an, Allah telah mensifati neraka Jahannam sebagai berikut :

“Sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi gunung”
(QS. Al-Mursilat : 32)

“Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut setan) semuanya.”
(QS. Al-Hijr : 43)


Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Iblis dan para pengikutnya akan dimasukkan ke dalam neraka Ladza.
Seperti apa yang dikatakan oleh Malaikat Maut (malaikat Izrail) ketika Iblis hendak dicabut nyawanya, maka malaikat maut itu berkata, bahwa Iblis akan diberi minum dari neraka Ladza.

Waallahu A'laam Bishshowab...

Akhirul kalam..
وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Jumat, 07 September 2012

KRITERIA MANUSIA PALING BURUK MENURUT AL-HADIST

Selain menyebutkan beberapa kriteria manusia-manusia terbaik menurut pandangan Islam, hadits-hadits Rasulullah ternyata juga menyitir kriteria manusia-manusia terburuk. Tentu saja, maksudnya cukup jelas. Beliau mendorong kita untuk meniru kebaikan kelompok pertama, dan menjauhi keburukan kelompok kedua. Mungkin sudah cukup banyak dikupas tentang siapa saja sebaik-baik manusia (khairun-naas) itu, maka kini giliran kita mengetahui siapa saja seburuk-buruk manusia (syarrun-naas). Mengapa demikian?
Sebab, mengetahui keburukan adalah salah satu cara untuk bisa menghindarinya. Seorang Sahabat Nabi, yaitu Hudzaifah bin Yaman pernah berkata, “Dulu orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, namun saya bertanya kepada beliau tentang keburukan, karena saya khawatir jika terjerumus ke dalamnya.” 
Jadi, siapa sajakah manusia-manusia terburuk itu, sehingga kita bisa mendidik diri kita sendiri agar tidak seperti mereka?
PERTAMA, orang yang bermuka dua.
Rasulullah bersabda, “Kalian akan mendapati seburuk-buruk manusia adalah orang-orang yang bermuka dua. Dia mendatangi kelompok yang ini dengan satu wajah, dan mendatangi kelompok lainnya dengan wajah lain pula.” (Riwayat Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah).
Yang dimaksud “orang bermuka dua” adalah kaum munafik. Dia tidak memiliki pendirian dan keteguhan dalam imannya. Maka, bila berkumpul dengan kaum Muslimin, seolah-olah ia bagian dari mereka. Namun, jika bersama-sama kaum kafir, bisa jadi ia lebih dahsyat kekafirannya dibanding kaum kafir itu sendiri. Padahal, Allah mengancam kaum munafik akan dimasukkan ke dasar neraka yang terdalam.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” [QS. an-Nisa’: 145]
KEDUA, orang yang ditakuti sesama manusia karena kejahatannya.
Suatu ketika, ada seseorang yang minta izin untuk bertamu kepada Rasulullah. Tatkala melihatnya, beliau berkata, “Izinkah dia masuk. Dia ini seburuk-buruk keturunan atau anggota suatu kabilah!” Tatkala dia telah masuk, ternyata Rasulullah bersikap sangat lembut dan bahkan tertawa-tawa bersamanya. Setelah ia pergi, ‘Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, Anda telah menyatakan apa yang Anda nyatakan tadi (tentang orang itu), lalu mengapa Anda berbicara secara lemah lembut kepadanya?” Beliau menjawab, “Wahai ‘Aisyah, sungguh manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah adalah seseorang yang ditinggalkan atau dijauhi oleh sesamanya semata-mata mereka takut kepada kejahatannya.” (Riwayat Bukhari-Muslim, dari ‘Aisyah).
KETIGA, orang yang tidak bisa disadarkan oleh pesan-pesan Al-Qur’an.
Rasulullah bersabda, “Di antara manusia yang terburuk adalah seorang pendurhaka lagi kurang ajar, yang membaca Kitab Allah namun tidak tersadarkan oleh satu pun darinya.” (Riwayat Ahmad, dengan sanad hasan).
Jadi, apakah yang bisa diharapkan dari seseorang yang tidak mempan oleh nasihat dari Allah? Hatinya telah terkunci mati, sehingga ia akan lebih sesat dibanding seekor hewan ternak sekalipun.
 “Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat- ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. “Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah [583], maka merekalah orang-orang yang merugi.” “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. Kedatangan azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat- ayat-Nya dengan cara istidraj.” [QS. al-A’raf: 177-179]
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” [QS: al-Furqan:44]
KEEMPAT, orang yang mengalami Hari Kiamat dan menjadikan kuburan sebagai masjid.
Rasulullah bersabda, “Di antara manusia terburuk adalah mereka yang mendapati Hari Kiamat dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid.” (Riwayat Ibnu Hibban. Isnad-nya hasan).
Hadits ini berhubungan dengan pernyataan beliau lainnya, bahwa Hari Kiamat tidak akan terjadi kecuali jika sudah tidak ada seorang pun yang menyeru nama Allah di muka bumi. Tentu saja, zaman di mana nama Allah tidak lagi dikenal pastilah merupakan zaman terburuk, dan berisi manusia-manusia terburuk. Adapun menjadikan kuburan sebagai masjid, maka cukup banyak hadits lain yang melarangnya, di antaranya karena hal itu meniru-niru atau menyamai perbuatan kaum Yahudi dan Kristen.
KELIMA, orang yang merusak akhiratnya demi meraih dunia milik orang lain.
Rasulullah bersabda, “Di antara orang yang paling buruk kedudukannya pada Hari Kiamat adalah seseorang hamba yang menghancurkan akhiratnya demi merebut dunia milik orang lain.” (Riwayat Ibnu Majah. Menurut al-Bushiri: sanad-nya hasan).
Yang dimaksud adalah orang yang membunuh sesamanya demi merampok hartanya, sehingga karena ambisi dunia itulah dia merebut hak milik orang lain dan menghancurkan akhiratnya sendiri. Atau, dia bersedia membantu orang zhalim demi meraih iming-iming duniawi, sehingga agamanya pun hancur.
KEENAM, orang yang panjang umurnya, tapi jelek amal perbuatannya.
Abu Bakrah bercerita, bahwa suatu kali seseorang bertanya kepada Rasulullah, “Orang seperti apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya.” Dia bertanya lagi, “Lalu, orang seperti apa yang paling buruk?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya, tapi jelek amal perbuatannya.” (Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih li ghairihi).
KETUJUH, orang yang tidak bisa diharapkan kebaikannya dan justru tidak bisa dirasa aman dari keburukannya.
Abu Hurairah bercerita, bahwa suatu kali Rasulullah berdiri di dekat beberapa orang yang duduk-duduk, lalu bertanya, “Maukah kalian aku beritahu siapa orang terbaik dibandingkan orang terburuk di antara kalian?” Mereka pun terdiam (tidak menjawab). Beliau mengulangi pertanyaannya tiga kali, lalu ada seseorang yang menjawab, “Mau, wahai Rasulullah. Beritahu kami siapa orang terbaik dibanding orang terburuk di antara kami.” Beliau bersabda, “Yang terbaik di antara kalian adalah orang yang bisa diharapkan kebaikannya dan dirasa aman dari keburukannya. Sedangkan orang terburuk di antara kalian adalah orang yang tidak bisa diharapkan kebaikannya dan justru tidak bisa dirasa aman dari keburukannya.” (Riwayat Tirmidzi. Hadits hasan-shahih).

Kamis, 06 September 2012

Cara Mesra Mendapat Pahala & Menghapus Dosa

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
Kemesraan hubungan suami istri tentunya merupakan dambaan setiap keluarga. Kemesraan bukan hanya ada pada saat suami istri melakukan hubungan seksual (jima?) saja, akan tetapi ada banyak hal yang dapat menjadikan hubungan suami istri mesra dan harmoni.?

Hal ini terkadang tidak disadari, sehingga jarang dilakukan secara sadar untuk menjaga kemesraan tersebut. Padahal bila dilakukan dengan niat yang benar dapat menambah kemesraan, mendapat pahala dan sekaligus dapat menghapus dosa-dosa.

Kita sebagai muslim patut bersyukur, karena Rasululloh SAW sebagai uswah terbaik kita telah memberikan tuntunan yang lengkap termasuk dalam hal menjaga kemesraan hubungan suami istri. Dengan demikian kita tidak perlu mencari-cari sumber lain yang kadang justeru menjerumuskan ke dalam hal-hal yang melanggar syari?at. Beberapa hal yang dituntunkan Rasululloh SAW dalam menjaga kemesraan hubungan suami istri, antara lain :

a. Bergandengan Tangan
Bergandengan tangan (saling memegang tangan) nampaknya merupakan hal sepele yang kadang dilupakan oleh pasangan suami istri. Padahal bila ini dilakukan dengan lemah lembut dan perasaan kasih sayang yang mendalam, merupakan satu hal yang dapat menjadikan suasana semakin mesra bagi pasangan tersebut. Ini sangat bermanfaat jika sebelumnya ada hal-hal yang kurang mengenakkan, sehingga untuk membicarakannyaperlu suasana yang tenang dan penuh kasih sayang.

Yang lebih penting lagi, bila dilakukan dengan niat untuk mencari keridhoan Allah, ketika seorang suami memegang tangan istrinya dengan penuh kasih sayang, dosa-dosa mereka akan keluar melalui celah-celah jari tangan mereka, seperti yang diriwayatkan dalam hadits dari Abu Said.

Ada perkataan bijak yang perlu dipertimbangkansetiap pasutri : ?Sungguh bila seorang suami memandang istrinya (dengan rasa kasih sayang) dan istrinya juga memandang suaminya (dengan rasa kasih sayang), maka Alloh akan memandang keduanya dengan pandangan kasih sayang. Dan bila suami memegang tapak tangan istrinya, maka dosa-dosa mereka keluar dari celah-celah jari mereka.?

b. Membelai
Hal yang kedua yang dicontohkan Rasululloh SAW, yang menambah kemesraan hubungan suami istri adalah membelai. Dengan belaian yang lembut penuh kasih sayang dari suaminya, seorang istri akan merasakan ketenangan batin, sehingga hal ini dapat menjadikan dia semakin sayang kepada suaminya. Hal ini dilakukan Rasululloh SAW kepada para istrinya, sekalipun beliau belum akan mencampurinya. Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits dari sahabat :

?Rasululloh SAW biasa setiap hari tidak melupakan untuk mengunjungi kami (para istrinya) seorang demi seorang. Beliau menghampirinya dan membelainya, sekalipun tidak mencampurinya, sehingga sampai ke tempat istri yang tiba gilirannya, lalu bermalam disitu.? (HR. Abu Dawud).

Hal ini kadang tidak dilakukan oleh pasangan suami istri, karena mungkin dinilai memperlakukan istri seperti kanak-kanak, atau memang belum mengetahui bahwa hal ini sebenarnya diperlukan istri untuk menunjukkan kasih sayangnya.

c. Mencium
Ada cara lain untuk menciptakan suasana kemesraan suami istri yang juga dicontohkan Rasululloh SAW, diantaranya adalah beliau mencium istrinya sekalipun ia sedang berpuasa. Berciuman merupakan cara sederhana dan mudah dilakukan untuk tetap menjaga kemesraan suami istri.

Berciuman tidak hanya dilakukan ketika akan melakukan hubungan seksual. Hal ini baik juga dilakukan pada saat terlarang untuk berhubungan seksual. Misalnya ketika sedang berpuasa dan saat istri sedang haid atau nifas. Pada saat-saat itu kemesraan tetap harus dijaga. Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya :

Dari Umar bin Abu Salamah, sungguh ia pernah bertanya kepada Rasululloh SAW : ?Apakah seorang yang berpuasa boleh mencium?? Beliau menjawab : ?Tanyakan kepada orang ini (maksudnya Ummu Salamah).? Lalu (Ummu Salamah) memberitahukan bahwa Rasululloh sering berbuat begitu? (HR. Muslim).

Dalam beberapa riwayat lain juga dijelaskan bahwa Rasululloh SAW pernah mencium istrinya setelah beliau berwudhu sebelum menjalankan sholat.

d. Tidur Seranjang
Jika suami istri tidur seranjang, tentunya lebih banyak hal yang dilakukan dalam bermesraan. Dengan tidur satu ranjang memungkinkan mereka saling berdekapan dan berpelukan. Hal ini menjadikan keduanya merasa tentram dan tenang. Hal ini juga dapat menjadi wahana hiburan atau penyegaran setelah melakukan tugas rutin sehari-hari.

Mengingat pentingnya tidur seranjang ini, maka Rasululloh SAW mencontohkan bahwa, beliau tetap tidur seranjang dengan istrinya sekalipun istrinya sedang haidh, seperti diceritakan pada sebuah hadits :

Dari Aisyah ra, ujarnya : ?Rasululloh SAW dahulu biasa menyuruh kami berkain, lalu beliau sentuhkan dirinya padaku, padahal saya sedang haidh.? (HR. Bukhari dan Muslim).

Sebaliknya seorang istri yang tidak bersedia tidur seranjang akan mendapat laknat malaikat, sebagaiman sabda Rasululloh SAW pada hadits berikut :

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : ?Rasululloh SAW pernah bersabda : ?Jika seorang istri semalaman tidur memisahkan diri dengan suaminya, maka malaikat melaknatnya hingga shubuh.? (HR. Bukhari).

e. Mandi Bersama
Mandi bersama juga merupakan hal penting untuk menjaga kemesraan suami istri. Mandi bersama dapat menjadikan hiburan yang menyenangkan sekaligus menyegarkan. Rasululloh SAW sebagai tauladan kita juga mencontohkan mandi bersama istrinya, sebagaimana diriwayatkan pada hadits berikut :

Dari Aisyah ra, ia berkata : ?Aku biasa mandi bersama Rasululloh SAW dalam satu tempat mandi. Antara tanganku dan tangan beliau saling bergantian mengambil air, tetapi beliau mendahului aku, sehingga aku berkata : ?Sisakan untukku? sisakan untukku??. Ketika itu kami sedang junub.?
(HR. Bukhari dan Muslim).

Di samping sebagai sarana menambah kemesraan hubungan suami istri, seorang istri yang memandikan suaminya dengan niat mencari ridho Alloh akan mendapatkan rahmat. Hal ini dijelaskan pada hadits berikut :
Dari Aisyah ra, ia berkata : ?Rasululloh SAW pernah bersabda : ?Semoga Alloh merahmati suami yang dimandikan istrinya dan ditutup (kekurangan) akhlaqnya.? (HR. Baihaqi).

Itulah beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk menambah kemesraan hubungan suami istri sesuai dengan tuntunan Rasululloh SAW, dengan harapan kita mendapat pahala dan sekaligus dosa-dosa kita terampuni.
bis
Wallahua’lam ....
Semoga bermanfaat bagi yang membacanya ....
.... Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya sempurnalah semua kebaikan ....

Rabu, 05 September 2012

5 Fakta Mengagumkan Seputar Adzan

Allahu'Akbar,,,
Maha besar Allah dengan segala kesempurnaanNya...
Pembahasan tentang 5 fakta mengagumkan seputar adzan berikut ini mungkin bisa menambah wawasan anda terutama bagi anda yang beragama Islam. Adzan adalah media luar biasa untuk mengumandangkan tauhid terhadap yang Maha Kuasa dan risalah (kenabian) Nabi Muhammad saw. Adzan juga merupakan panggilan shalat kepada umat Islam, yang terus bergema di seluruh dunia lima kali setiap hari. Betapa mengagumkan suara adzan itu, dan bagi umat Islam di seluruh dunia, adzan merupakan sebuah fakta yang telah mapan. Indonesia misalnya, sebagai sebuah negara terdiri dari ribuan pulau dan dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

1 . Kalimat Penyeru Yang Mengandung “Kekuatan Supranatural”
Ketika adzan berkumandang, kaum yang bukan sekedar muslim, tetapi juga beriman, bergegas meninggalkan seluruh aktivitas duniawi dan bersegera menuju masjid untuk menunaikan salat berjamaah. Simpul-simpul kesadaran psiko-religius dalam otak mereka mendadak bergetar hebat, terhubung secara simultan, dan dengan totalitas kesadaran seorang hamba (abdi) mereka bersimpuh, luruh dalam kesyahduan ibadah shalat berjamaah.

2. Asal Mula Yang Menakjubkan:
Pada jaman dulu, Rasulullah Saw. kebingungan untuk menyampaikan saat waktu shalat tiba kepada seluruh umatnya. Maka dicarilah berbagai cara. Ada yang mengusulkan untuk mengibarkan bendera pas waktu shalat itu tiba, ada yang usul untuk menyalakan api di atas bukit, meniup terompet, dan bahkan membunyikan lonceng. Tetapi semuanya dianggap kurang pas dan kurang cocok. Adalah Abdullah bin Zaid yang bermimpi bertemu dengan seseorang yang memberitahunya untuk mengumandangkan adzan dengan menyerukan lafaz-lafaz adzan yang sudah kita ketahui sekarang. Mimpi itu disampaikan Abdullah bin Zaid kepada Rasulullah Saw. Umar bin Khathab yang sedang berada di rumah mendengar suara itu. Ia langsung keluar sambil menarik jubahnya dan berkata: ”Demi Tuhan Yang mengutusmu dengan Hak, ya Rasulullah, aku benar-benar melihat seperti yang ia lihat (di dalam mimpi). Lalu Rasulullah bersabda: ”Segala puji bagimu.” yang kemudian Rasulullah menyetujuinya untuk menggunakan lafaz-lafaz adzan itu untuk menyerukan panggilan shalat.

3. Adzan Senantiasa Ada Saat Peristiwa2 Penting:
 Adzan Digunakan islam untuk memanggil Umat untuk Melaksanakan shalat. Selain itu adzan juga dikumandangkan disaat-saat Penting. Ketika lahirnya seorang Bayi, ketika Peristiwa besar . Peristiwa besar yang dimaksud adalah - Fathu Makah : Pembebasan Mekkah merupakan peristiwa yang terjadi pada tahun 630 tepatnya pada tanggal 10 Ramadan 8 H, dimana Muhammad beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah menuju Mekkah, dan kemudian menguasai Mekkah secara keseluruhan, sekaligus menghancurkan berhala yang ditempatkan di dalam dan sekitar Ka’bah. Lalu Bilal Mengumandangkan Adzan Diatas Ka’bah - Perebutan kekuasaan Konstatinopel : Konstantinopel jatuh ke tangan pasukan Ottoman, mengakhiri Kekaisaran Romawi Timur. lalu beberapa perajurit ottoman masuk kedalam Ramapsan terbesar Mereka Sofia..lalu mengumandangkan adzan disana sebagai tanda kemenagan meraka.

 4. Adzan Sudah Miliyaran kali Dikumandangkan:
Sejak pertama dikumandangkan sampai saat ini mungkin sudah sekitar 1500 tahunan lebih adzan dikumandangkan. Anggaplah setahun 356 hari . berarti 1500 tahun X 356 hari= 534000 dan kalikan kembali dengan jumlah umat islam yang terus bertambah tiap tahunnya. Kita anggap umat islam saat ini sekitar 2 miliyar orang dengan persentase 2 milyar umat dengan 2 juta muadzin saja. Hasilnya = 534.000 x 2.000.000 = 1.068.000.000.000 dikalikan 5 = 5.340.000.000.000

5. Adzan Ternyata Tidak Pernah Berhenti Berkumandang 
Proses itu terus berlangsung dan bergerak ke arah barat kepulauan Indonesia. Perbedaan waktu antara timur dan barat pulau-pulau di Indonesia adalah satu jam. Oleh karena itu, satu jam setelah adzan selesai di Sulawesi, maka adzan segera bergema di Jakarta, disusul pula sumatra. Dan adzan belum berakhir di Indonesia, maka ia sudah dimulai di Malaysia. Burma adalah di baris berikutnya, dan dalam waktu beberapa jam dari Jakarta, maka adzan mencapai Dacca, ibukota Bangladesh. Dan begituadzan berakhir di Bangladesh, maka ia ia telah dikumandangkan di barat India, dari Kalkuta ke Srinagar. Kemudian terus menuju Bombay dan seluruh kawasan India. Srinagar dan Sialkot (sebuah kota di Pakistan utara) memiliki waktu adzanyang sama. Perbedaan waktu antara Sialkot, Kota, Karachi dan Gowadar (kota di Baluchistan, sebuah provinsi di Pakistan) adalah empat puluh menit, dan dalam waktu ini, (Dawn) adzan Fajar telah terdengar di Pakistan. Sebelum berakhir di sana, ia telah dimulai di Afghanistan dan Muscat. Perbedaan waktu antara Muscat dan Baghdad adalah satu jam.Adzan kembali terdengar selama satu jam di wilayah Hijaz al-Muqaddas (Makkah dan Madinah), Yaman, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Irak. Perbedaan waktu antara Bagdad dan Iskandariyah di Mesir adalah satu jam.Adzan terus bergema di Siria, Mesir, Somalia dan Sudan selama jam tersebut. Iskandariyah dan Istanbul terletak di bujur geografis yang sama. Perbedaan waktu antara timur dan barat Turki adalah satu setengah jam, dan pada saat ini seruan shalat dikumandangkan. Iskandariyah dan Tripoli (ibukota Libya) terletak di lokasi waktu yang sama. Proses panggilan Adzan sehingga terus berlangsung melalui seluruh kawasan Afrika. Oleh karena itu, kumandang keesaan Allah dan kenabian Muhammad SAW yang dimulai dari bagian timur pulau Indonesia itu tiba di pantai timur Samudera Atlantik setelah sembilan setengah jam. Sebelum Adzan mencapai pantai Atlantik, kumandang adzan Zhuhur telah dimulai di kawasan timur Indonesia, dan sebelum mencapai Dacca, adzanAshar telah dimulai. Dan begitu adzan mencapai Jakarta setelah kira-kira satu setengah jam kemudian, maka waktu Maghrib menyusul. Dan tidak lama setelah waktu Maghrib mencapai Sumatera, maka waktu adzan Isya telah dimulai di Sulawesi! Bila Muadzin di Indonesia mengumandangkanadzan Fajar, maka muadzin di Afrika mengumandangkan adzan untuk Isya

Bila Pengkafiran Menjadi Sebuah Fenomena

Masih terngiang di telinga kita, bagaimana pelanggaran kehormatan kaum muslimin bahkan sampai pada penghalalan jiwa dan harta yang dilakukan oleh kelompok Khawarij, Islam Jama’ah atau kelompok takfiriyyun lain yang ada pada jaman sekarang. Sedih dan memilukan memang melihat fenomena demikian, mengingat pintu-pintu rumah kaum muslimin tak luput dimasuki oleh para pelanggar kehormatan tersebut.
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

((أَيما رجُل قال لِأَخِيْهِ : يَا كَافِرُ, فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا , فَإِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَ إِلاَّ رَجَعَتْ عَلَيْهِ))

“Apabila seseorang menyeru kepada saudaranya: Wahai kafir, maka sungguh akan kembali sebutan kekafiran tersebut kepada salah seorang dari keduanya. Bila orang yang disebut kafir itu memang kafir adanya maka sebutan itu pantas untuknya, bila tidak maka sebutan kafir itu kembali kepada yang mengucapkan.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6104 dan Muslim no.60)

Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu juga menuturkan hal yang sama dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

((مَنْ دَعَا رَجُلاً بِالْكُفْرِ , أَوْ قَالَ : عَدُوَّ اللهِ, وَ لَيْسَ كَذَلِكَ إِلاَّ حَارَ عَلَيْهِ))

“Siapa yang menyeru kepada seseorang dengan sebutan kekafiran atau ia mengatakan: Wahai musuh Allah, sementara yang dituduhnya itu tidak demikian maka sebutan tersebut kembali kepadanya.” (Shahih, HR. Muslim no. 61)

Di balik kehormatan kaum muslimin yang dijaga oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan diharamkan sampai hari kiamat ternyata kehormatan tersebut dihinakan, dilanggar ketentuannya oleh jiwa- jiwa yang tidak khawatir akan akibat perbuatannya. Hal ini kita dapati dari jaman dahulu, jaman salafush shalih, sampai hari ini. Masih terngiang di telinga kita, bagaimana pelanggaran kehormatan bahkan sampai pada penghalalan jiwa dan harta yang dilakukan oleh kelompok Khawarij, Islam Jama’ah atau kelompok takfiriyyun lain yang ada pada jaman sekarang. Sedih dan memilukan memang melihat fenomena demikian, mengingat pintu-pintu rumah kaum muslimin tak luput dimasuki oleh para pelanggar kehormatan tersebut.
Agama kita yang mulia sama sekali tidak pernah ridha, bahkan berlepas diri dari pelanggaran kehormatan yang terjadi ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

(( إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَ أَمْوَالَكُمْ وَ أعْرَاضَكُمْ حَرَمٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا ))

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian haram bagi kalian seperti keharaman negeri ini, bulan ini dan hari ini.” (HR. Al-Bukhari no. 68 dan Muslim no. 1679)

Jawaban dari fenomena yang membuat dada terasa sesak ini sangat membutuhkan perhatian kita untuk kembali kepada hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar dan Abu Dzar radiyallahu ‘anhuma di atas. Kedua hadits tersebut merupakan peringatan keras untuk tidak menjatuhkan vonis kafir terhadap seorang muslim (yang sudah sedemikian mudah dan murahnya kalimat ini di mulut sebagian orang) karena memang permasalahan kekafiran dan keislaman hukumnya kembali kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Dialah yang berhak menghukumi di antara hamba-Nya, siapa yang kafir dan siapa yang muslim. Sebagaimana penghalalan dan pengharaman juga berada dalam ketetapan-Nya. Siapa pun tidak diperkenankan menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan apa yang Allah halalkan.
Demikian pula kita tidak boleh mengkafirkan seseorang ketika dia tidak dihukumi kafir dengan hukum Allah dan tidak menyatakan keislaman seseorang ketika dia tidak termasuk sebagai seorang muslim ketika ditimbang dengan hukum Allah.
Siapa saja yang telah dipastikan keislamannya maka ia tidak boleh difasikkan dan dikafirkan ataupun dikeluarkan dari agama Allah kecuali dengan bukti yang menunjukkan kekufuran dan keluarnya dia dari agama Allah dengan jelas, dan didapati darinya syarat-syarat pengkufuran, dan hilang darinya penghalang demi penghalang yang membuat jatuhnya vonis kafir padanya. Dan tentunya yang bisa melihat permasalahan ini hanyalah para ulama dari kalangan ahli fatwa.
Asy-Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Orang yang duduk di majelisku tahu bahwa aku termasuk orang yang paling besar pelarangannya dari (perbuatan) menyandarkan kekafiran, kefasikan dan kemasiatan kepada orang tertentu, kecuali bila diketahui telah tegak hujjah kepadanya yang jika diselisihi seseorang (maka ia) bisa jadi kafir, bisa jadi fasik atau bisa jadi pelaku maksiat.” (Lihat Majmu’ Fatawa, 3/229)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata: “Pengkafiran itu adalah hak Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu tidaklah seseorang itu kafir kecuali orang yang dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya.” (Irsyad Ulil Abshar wal Albab linail Fiqh Biaqrabith Thuruq wa Aysarul Asbab, hal. 198)


Hukuman bagi orang yang mengkafirkan

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Tidak boleh bermudah-mudah dalam mengkafirkan seseorang karena hal ini akan berdampak atau berakibat kepada dua perkara yang besar:
Pertama, mengadakan kedustaan terhadap Allah ta`ala di dalam hukum, di mana dia menghukumi kafir terhadap orang yang tidak dihukumi kafir oleh Allah ta`ala. Hal ini sama keadaannya dengan orang yang mengharamkan apa yang Allah halalkan, karena menghukumi kafir tidaknya seseorang hanya berada di tangan Allah saja sebagaimana hukum halal dan haram hanya berada di tangan Allah.
Kedua, mengadakan kedustaan terhadap orang yang dihukumi kafir tersebut dengan sifat yang dituduhkan kepadanya, di mana ia mensifati seorang muslim dengan sifat yang berlawanan dengan keadaan sebenarnya. Ia mengatakan: dia kafir, padahal orang ini berlepas diri dari kekafiran, sehingga pantaslah sifat kekafiran itu dikembalikan padanya (orang yang menuduh) berdasarkan hadits di dalam Shahih Muslim dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
((إِذَاكفّر الرَّجُلُ أّخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا))
“Apabila seseorang mengkafirkan saudaranya maka sungguh akan kembali sebutan kekafiran tersebut kepada salah seorang dari keduanya.”
Dalam satu riwayat:
((إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَ إِلاَّ رَجَعَتْ عَلَيْهِ))
“Bila orang yang disebut kafir itu memang kafir adanya maka sebutan itu pantas untuknya, bila tidak maka sebutan kafir itu kembali kepada yang mengucapkan.”

Masih dalam riwayat Muslim dari hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

((مَنْ دَعَا رَجُلاً بِالْكُفْرِ , أَوْ قَالَ : عَدُوَّ اللهِ, وَ لَيْسَ كَذَلِكَ إِلاَّ حَارَ عَلَيْهِ))

“Siapa yang menyeru kepada seseorang dengan sebutan kekafiran atau ia mengatakan: ‘Wahai musuh Allah’, sementara orang yang dituduhnya itu tidak demikian maka sebutan tersebut kembali kepadanya.”

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Ibnu ‘Umar:
((إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ))
“Bila orang tersebut memang kafir keadaannya,” (yakni) sesuai dengan hukum Allah.
Demikian pula ucapan beliau dalam hadits Abu Dzar:
وَ لَيْسَ كَذَلِكَ))
“Sementara orang yang dituduhnya itu tidaklah demikian,” (yakni bila ditimbang dengan) hukum Allah ta`ala.
Pensifatan kekufuran itu kembali kepadanya bila saudaranya itu terlepas dari tuduhan tersebut. Dan dikhawatirkan sekali ia terjatuh padanya. Karena kebanyakan orang yang begitu bersegera mensifatkan seorang muslim itu kafir merasa bangga dengan amalannya dan memandang remeh amalan orang lain, hingga akhirnya tergabunglah dengannya antara sifat ujub atas amalannya yang terkadang akan mengantarkan pada batalnya amalannya tersebut dan sifat sombong yang menyebabkan ia diazab oleh Allah ta`ala di dalam api neraka.
Sebagaimana datang dalam hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
(( قَالَ الله عَزَّ وَ جَلَّ : اَلْكِبْرِيَاءُ رِدَائِي وَ الْعَظَمَةُ إِزَارِي, فَمَنْ نَازَعَنِي وَاحِدًا مِنْهُمَا قَذَفْتُهُ فِي النَّارِ))
“Allah Azza wa Jalla berfirman: Kesombongan itu adalah pakaian-Ku dan keagungan itu adalah kain-Ku maka siapa yang menentang-Ku pada salah satu dari keduanya niscaya akan Aku campakkan dia ke dalam neraka.”(Syarhu Kasyfisy Syubuhat, hal. 41-42)
Tidak diragukan lagi, orang yang suka mengkafirkan kaum muslimin maka mereka sendirilah yang kafir, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa bila seseorang mengatakan kepada saudaranya sesama kaum muslimin: “Wahai kafir”, maka kekafiran itu mesti akan kembali kepada salah seorang dari keduanya. Bila memang orang yang dituduh kafir itu sebagaimana kenyataannya maka ia memang kafir, bila tidak maka yang kafir adalah pengucapnya, na’udzubillah.
Karena itu wajib bagi seseorang untuk membersihkan lisan dan hatinya dari mengkafirkan muslimin, jangan ia berbicara dengan perkataan: “Dia kafir.” Dan jangan pula ia meyakini dalam hatinya bahwa seseorang itu kafir semata-mata karena hawa nafsu. Hukum pengkafiran bukan berada di tangan si Zaid, bukan pula di tangan si ‘Amr akan tetapi yang berhak dalam hal ini hanyalah Allah dan Rasul-Nya.
Siapa yang dikafirkan Allah dan Rasul-Nya maka ia memang kafir walaupun kita mengatakan dia muslim. Sebaliknya, siapa yang tidak dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya maka ia tidak kafir walaupun orang mengatakan ia kafir.
Oleh karena itu kita katakan terhadap orang yang mengucapkan, “Wahai kafir,” “Wahai musuh Allah,” kalau memang demikian keadaannya, maka dia seperti yang dikatakan. Namun apabila tidak demikan, maka (ucapan itu) kembali kepada si pengucap, dialah yang kafir, wal ‘iyadzu billah. Dengan demikian ucapan ini termasuk dosa besar bila orang yang dikatakan kafir itu tidaklah demikian keadaannya. (Syarhu Riyadhush Shalihin, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 4/376)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah ketika menjelaskan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
((لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلاً بِفُسُوْقٍ, وَ لاَ يَرْمِيْهِ بِالْكُفْرِ إِلاَّ ارْتَدت عَلَيْهِ, إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِك))
“Tidaklah seseorang menuduh orang lain fasik dan tidak pula ia menuduh orang lain dengan kekafiran kecuali sebutan itu akan kembali kepadanya, apabila orang yang dituduhkan tidak demikian keadaannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6045)

Beliau menyatakan: “Hadits ini mengandung konsekuensi bahwa siapa yang mengatakan kepada orang lain, “Engkau fasik,” atau “Engkau kafir,” sementara orang yang dicela tersebut tidak seperti yang dikatakan si pencela maka si pencela itulah yang berhak untuk mendapatkan sifat yang ia sebutkan (fasik atau kafir). Namun bila memang orang tersebut seperti yang ia katakan, maka tidak kembali sesuatu pun kepadanya karena ia benar dalam ucapannya. Namun, walaupun perkataan itu tidak dikembalikan padanya, apakah ia kafir atau fasik, bukan berarti dia tidak berdosa dengan penggambarannya terhadap seseorang: “Engkau fasik.” Di dalam permasalahan ini perlu perincian.
- Bila ia berucap dengan tujuan menasehati orang tersebut atau menasehati orang selainnya dengan menerangkan keadaannya maka hal ini dibolehkan.
- Bila tujuannya untuk mencela, memasyhurkannya dengan sebutan demikian dan semata hendak menyakiti maka hal ini tidak dibolehkan karena ia diperintah untuk menutup aib orang lain, mengajari dan menasehatinya dengan cara yang baik. Bila memungkinkan baginya untuk menasehati dengan cara yang lembut maka ia tidak boleh melakukannya dengan kekerasan dan kekakuan, karena hal itu dapat menyebabkan orang tersebut menjadi keras kepala dan terus menerus dalam perbuatannya sebagaimana hal ini merupakan tabiat kebanyakan manusia. Terlebih bila orang yang memerintahkan (menasehati) itu derajatnya lebih rendah daripada orang yang dinasehati. (Fathul Bari, 10/480-481)
Apabila ada seorang yang berkata, “Bagaimana bisa perkataan kafir itu dikembalikan kepadanya dalam keadaan ia mengkafirkan seseorang karena kecemburuannya terhadap agama Allah?” Jawabannya: Dia kafir karena dia menjadikan dirinya sebagai penetap syariat bersama Allah. Dia mengkafirkan orang itu sementara Allah tidak mengkafirkannya, dengan (perbuatan itu) dia mengangkat dirinya sebagai tandingan bagi Allah dalam pengkafiran saudaranya. Di sisi lain, Allah akan menutup hatinya hingga akhirnya ia akan kafir kepada Allah dengan kekafiran yang nyata dan jelas.” (Fitnatut Takfir, hal. 43-44)


Konsekuensi Bagi Orang yang Dihukumi Kafir

Mudahnya vonis pengkafiran itu dijatuhkan kepada seseorang adalah permasalahan yang sangat berbahaya. Maka kita perlu melihat kerusakan yang terjadi yang membuka sekian banyak pintu kejelekan terhadap umat ini, yang melazimkan orang yang dituduh kafir sebagai berikut:
1. Tidak halal bagi istrinya (pasangan orang yang dituduh kafir tersebut) untuk tetap dalam ikatan pernikahan bersama suaminya. Sehingga wajib untuk memisahkan keduanya, karena seorang muslimah tidak boleh diperistri oleh orang kafir dengan ijma’ yang tidak diragukan lagi.
2. Tidak halal bagi anak-anaknya untuk tetap di bawah penguasaannya karena keberadaan mereka tidak aman berada di sisinya dan dikhawatirkan mereka akan terpengaruh dengan kekufurannya.
3. Orang ini kehilangan hak untuk medapatkan loyalitas (al-wala) dan pertolongan dari masyarakat Islam setelah ia memisahkan diri dari Islam dan keluar dengan kekufuran serta kemurtadan yang jelas. Diputuskan hubungan dengannya dan ia diboikot sampai ia kembali kepada Islam.
4. Orang ini wajib diperhadapkan kepada hakim agama untuk dihukumi murtad setelah ia diminta untuk bertaubat dan setelah hilang syubhat padanya serta telah ditegakkan hujjah padanya.
5. Bila orang ini meninggal dunia tidak diberlakukan padanya hukum Islam, maka ia tidak dimandikan, tidak dishalati, tidak dikuburkan di kuburan kaum muslimin dan tidak diwarisi hartanya sebagaimana ia tidak berhak mewarisi harta keluarganya.
6. Bila ia mati dalam keadaan kafir ia pantas mendapatkan laknat Allah, dijauhkan dari rahmat- Nya dan kekal abadi di dalam neraka.
7. Ia tidak didoakan dengan rahmat, dan tidak dimintakan ampun karena Allah ta`ala berfirman kepada Nabi-Nya:
(ARAB)
“Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memintakan ampun terhadap orang-orang musyrik walaupun orang musyrik yang meninggal itu adalah karib kerabatnya setelah jelas bagi kaum muslimin bahwa kerabatnya yang kafir itu adalah penghuni neraka jahim.” (At- Taubah: 113)
(Secara ringkas dari Qadhiyatut Takfir Baina Ahlis Sunnah wa Firaqidh Dhalal, hal. 19-20)


Penghukuman dengan Pengkafiran

Madzhab Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam hal ini adalah madzhab yang pertengahan, tidak berlebih-lebihan dan tidak bermudah-mudahan terhadap penghukuman ahlul iman sebagaimana Khawarij dan yang sejalan dengannya yang berlebih-lebihan dalam mengkafirkan, atau sebagaimana Murjiah yang bermudah-mudahan menetapkan keimanan yang sempurna pada ahlul iman walaupun berbuat maksiat. Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam masalah ini dapat kita lihat dalam ucapan Al-Imam Ath-Thahawi rahimahullah berikut ini:
“Kita tidak mengkafirkan ahlul kiblat karena satu dosa yang diperbuatnya selama ia tidak menghalalkan perbuatan tersebut, dan kita tidak mengatakan perbuatan dosa itu tidak bermudharat terhadap keimanan. Kita berharap orang-orang yang berbuat baik dari kalangan mukminin agar Allah memaafkan mereka dan memasukkan mereka ke dalam jannah (surga) dengan rahmat-Nya, dan kita tidak merasa aman terhadap mereka dari makar Allah dan kita tidak mempersaksikan surga bagi mereka. Kita mintakan ampun terhadap kesalahan mereka dan kita takut mereka akan mendapat hukuman karena dosa mereka, namun kita tidak putus asa dari rahmat Allah terhadap mereka. Merasa aman dari makar Allah dan putus asa dari rahmat-Nya, keduanya akan memindahkan dari agama Islam sedangkan jalan yang haq berada di antara keduanya bagi ahlul kiblat.” (Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah Syarhun wa Ta’liq Al-Imam Al-Albani, hal. 60-62)
Berkata Ibnu Qudamah Al-Maqdisi: “Kita tidak mengkafirkan seorang pun dari ahlul kiblat karena suatu dosa dan kita tidak mengeluarkan dari Islam seorang pun dari mereka karena melakukan amalan tersebut (amalan dosa).” (Lum’atul I’tiqad ma’a Syarhin, hal. 47)
Namun yang perlu kita ketahui, agama ini punya patokan-patokan (dhawabith) yang dengan patokan tersebut agama ini menghukumi seseorang itu kafir atau tidak. Bukan berarti agama ini tidak mengkafirkan orang-orang yang memang berhak untuk dikafirkan. Tentunya pengkafiran ini kembali kepda patokan tersebut, dan patokan yang kita maksud adalah apa yang dikatakan oleh ahlul ilmi berupa adanya syarat-syarat (syuruth) pengkafiran (pada orang yang dikafirkan) dan hilangnya pencegah-pencegah dikeluarkannya seseorang dari keislaman (mawani’).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Pengkafiran itu memiliki syarat-syarat dan mawani’ yang terkadang mawani’ itu hilang pada diri seseorang.” (Majmu’ Fatawa, 12/487)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah berkata: “Hukum mengkafirkan butuh dua perkara penting:
Pertama, adanya dalil yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan kufur yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Karena di dalam nash terkadang disebutkan secara mutlak bahwa perbuatan itu kufur namun kufurnya tidak mengeluarkan dari Islam, sehingga harus diketahui dengan pasti bahwa nash itu menunjukkan amalan tersebut kufur, atau bila meninggalkan suatu amalan akan membuat pelakunya kufur keluar dari Islam.
Kedua, dalil tersebut pantas diterapkan kepada orang yang melakukan perbuatan kufur tersebut, karena tidaklah semua pelaku amalan kekufuran langsung divonis kafir sebagaimana ditunjukkan hal ini dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.” (Fitnatut Takfir, hal. 41)
Di antara salah satu permisalannya, ada orang yang dipaksa untuk sujud kepada patung, sehingga karena paksaan dan di bawah tekanan ia pun sujud. Perbuatannya merupakan perbuatan kufur namun karena orang ini melakukannya dengan terpaksa, maka ia tidak bisa dikafirkan. Bukankah Allah ta`ala berfirman:

“Siapa yang kafir kepada Allah setelah keimanannya, kecuali orang yang dipaksa untuk berbuat/berucap kekufuran sementara hatinya tenang dalam keimanan , akan tetapi siapa yang melapangkan dadanya melakukan kekafiran maka mereka mendapatkan kemurkaan Allah dan untuk mereka azab yang besar.” (An-Nahl: 106)

Mawani’ -sebagaimana dijelaskan dengan nash oleh ahlul ilmi– jumlahnya banyak, sehingga perlu kita camkan bahwa Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak mengkafirkan seorang muslim karena berbuat dosa besar yang diperbuatnya -selain syirik- seperti membunuh, minum khamr, berzina, mencuri, makan harta anak yatim, menuduh wanita yang baik-baik berzina, makan riba dan semisalnya. Akan tetapi waliyyul amr (penguasa) menegakkan hukuman terhadap pelaku dosa besar tersebut berupa hukum qishash, had atau ta’zir dan wajib pelaku dosa besar itu untuk bertaubat dan beristighfar. (Fatawa Lajnah Daimah no. 5003)


Penyebab Kekufuran

Al-Imam Syaikhul Islam Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah berkata: “Aqidah Islamiyyah ini dapat dicacati oleh beberapa perkara. Dan perkara-perkara yang mencacati ini terbagi dua.
Pertama, jenis yang membatalkan aqidah Islamiyyah sehingga pelakunya kafir, na’udzubillah min dzalik.
Kedua, jenis yang mengurangi dan melemahkan aqidah Islamiyyah.
Jenis pertama dinamakan pembatal-pembatal keislaman yang berakibatkan kepada kemurtadan. Pembatal ini bisa berupa ucapan, perbuatan, keyakinan (i’tiqad) dan syak (ragu terhadap agama atau prinsip-prinsip agama).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
(( مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ ))
“Siapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah dia.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih- nya)
Hadits di atas menunjukkan bahwa orang yang murtad diminta agar mau bertaubat. Bila ia enggan maka dibunuh dan disegerakan baginya menuju neraka.

Murtad karena Ucapan (Riddah Qauliyyah)
Ucapan yang dapat memurtadkan pelakunya, di antaranya mencela Allah, mencela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, menyandarkan keaiban kepada Allah seperti mengatakan Allah itu fakir, atau Allah dzalim, atau menyatakan Allah bakhil, Allah tidak mengetahui sebagian perkara, atau Allah tidak mewajibkan shalat kepada kita. Yang demikian ini pelakunya murtad dan diminta agar bertaubat, bila tidak maka ia dibunuh.

Murtad karena Perbuatan (Riddah Fi’liyyah)
Adapun kemurtadan dalam masalah ini seperti meninggalkan shalat, maka pelakunya kafir berdasarkan sabada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
((اَلْعَهْدُ الَّذِي بَْنَنَا وَ بَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ, فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ))
“Perjanjian antara kita dan mereka adalah meninggalkan shalat, siapa yang meninggalkannya maka sungguh ia telah kafir.”
Beliau juga menyatakan:
((بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاةِ))
“Antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”
Termasuk pula padanya bila seseorang meremehkan Al-Qur’an atau menajisinya dengan sengaja. Termasuk juga thawaf di kuburan dan mengibadahi pemilik kuburan tersebut. Inilah riddah fi`liyyah. Namun bila yang dimaksudkan melakukan ibadah kepada Allah itu hanya dilakukan di sisi kuburan maka ini adalah bid’ah yang mencacati agama pelakunya dan tidak teranggap sebagai riddah (pelakunya tidak murtad), namun termasuk dalam jenis yang kedua, kufrun duna kufrin (amalan kekafiran yang tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam). Termasuk pula riddah fi’liyyah adalah menyembelih untuk selain Allah.

Murtad karena Keyakinan (Riddah ‘Aqadiyyah)
Siapa yang meyakini dalam hatinya bahwa Allah itu fakir, atau bakhil, atau Allah dzalim maka ia telah kafir sekalipun ia tidak pernah mengucapkannya. Atau ia meyakini dengan hatinya bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam itu pendusta, atau di antara para nabi ada yang pendusta, atau ia meyakini dengan hatinya bahwa tidak apa-apa beribadah kepada selain Allah. Semua keyakinan ini mengeluarkan pelakunya dari Islam karena Allah ta`ala berfirman:
(ARAB)
“Yang demikian itu karena Allah adalah Al-Haq sementara apa yang mereka seru selain Allah itu batil.” (Al-Haj: 62)
وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لآ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ
“Sesembahan kalian adalah sesembahan yang satu, tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia Yang Maha Pengasih lagi Penyayang.” (Al-Baqarah: 163)
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
“Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” (Al- Fatihah: 5)

Sehingga siapa saja yang menganggap bahwa boleh beribadah kepada selain Allah dengan pengucapan lisannya, maka ia kafir dengan pengucapan dan keyakinannya bersama-sama. Begitupula jika ia melakukan dengan amalan maka jadilah ia kafir dengan ucapan, amalan dan keyakinan secara bersama-sama.
Termasuk pencacat aqidah secara ucapan, perbuatan dan keyakinan adalah apa yang dilakukan sebagian manusia pada hari ini di sisi kuburan orang-orang shalih dengan berdoa dan istighatsah (minta tolong ketika dalam kesusahan) kepada mereka. Siapa yang melakukan hal ini maka ia diminta bertaubat. Bila ia kembali kepada al-haq, maka ia dibiarkan tetap hidup. Namun bila enggan bertaubat, maka ia dibunuh sebagai orang yang murtad.

Murtad karena Ragu (Riddah bisy Syak)
Contohnya orang yang berkata: “Aku tidak tahu apakah Allah itu sesembahan yang benar atau tidak.” Atau ia berkata: “Aku tidak tahu apakah Muhammad itu jujur atau dusta.” Orang yang seperti ini kafir. Atau ia menyatakan: “Aku tidak tahu apakah hari kebangkitan itu ada atau tidak.” Orang ini kafir dan diminta agar ia bertaubat. Bila enggan maka ia dibunuh.
Adapun bila ia tinggal jauh dari kaum muslimin seperti di hutan belantara yang terpencil (kemudian ia melakukan perkara kekufuran), maka diterangkan kepadanya. Namun bila setelah mendapat penerangan ia tetap terus menerus dalam perbuatan kekufurannya, maka ia dibunuh. Demikian pula orang yang meragukan salah satu dari rukun Islam.
Demikianlah pembatal-pembatal keislaman yang membuat pelakunya murtad dan bila enggan bertaubat maka ia dibunuh.
Jenis kedua, perkara-perkara yang tidak menjadikan pelakunya kafir namun melemahkan keimanannya seperti makan riba, melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan seperti zina, bid’ah dan selainnya. Demikian pula melakukan perayaan maulid nabi yang diada-adakan oleh manusia sejak abad keempat hijriyyah. Hal ini melemahkan aqidah, terkecuali bila dalam perayaan maulid tersebut dilakukan istighatsah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka perbuatan ini bid’ah yang termasuk dalam jenis yang pertama dan mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.
Termasuk pula dalam jenis yang kedua ini adalah perbuatan thiyarah (menganggap sial dengan burung ataupun tanda-tanda lainnya) sebagaimana diperbuat oleh orang-orang jahiliyyah yang Allah ta`ala telah membantah mereka dalam firman-Nya:

قَالُوْا اطَّيَّرْنَا بِكَ وَبِمَن مَّعَكَ قَالَ طَائِرُكُمْ عِنْدَ اللهِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تُفْتَنُوْنَ
“Mereka mengatakan: kami ditimpa kesialan karenamu dan karena orang-orang yang menyertaimu. Nabi berkata: Bahkan kesialan kalian itu datangnya dari sisi Allah akan tetapi kalian adalah orang-orang yang terfitnah.” (An-Naml: 47)
Thiyarah adalah syirik duna kufrin (yang tidak mengeluarkan dari agama Islam).
Demikian pula perayaan Isra Mi’raj, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakan:
((مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِناَ هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ))
“Siapa yang mengada-adakan dalam perkara kami ini apa yang bukan bagian darinya maka perkara yang diada-adakan itu tertolak”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)