Salah satu rukun shalat yang wajib dilakukan adalah membaca surah Al Fatihah. Lantas bagaimana jika kita salah dalam membaca surah al Fatihah ini?
Menurut mazab Syafii, jika salah membaca surah Al Fatihah, maka bacaan Fatihah-nya tidak sah dan shalatnya batal.
Ada riwayat (bukan berdasarkan hadist shahih ) mungkin juga bisa disebut dongeng guru ngaji waktu kecil dulu, bahwa dalam surat al fatihah ada nama-nama syetan jika kita membacanya tidak dengan benar.
Berikut ini katanya nama-nama syetan dalam surah Al-fatihah :
- DU-LI-LAH (jika dibaca tanpa sabdu) sebetulnya DU-LIL-LAH
- HIR-ROB (bila dibaca dengan sabdu) sebetulnya HI-ROB
- KIY-YAU (bila dibaca dengan sabdu) sebetulnya KI-YAU
- KAN-NAK (bila dibaca dengan sabdu) sebetulnya KA-NAK
- KAN-NAS (bila dibaca dengan sabdu) sebetulnya KA-NAS
- I-YA (disebut tanpa sabdu) sebetulnya IY-YA .
IYA bermaksud ”MATAHARI” . Dalam ayat ke 5, jika salah bacaanya akan bermaksud “kepada mataharilah kami sembah dan kepada matahari kami bermohon”
Menurut alim ulama syarat sah membaca surat al-Fatihah ada sepuluh, yaitu:
- Tertib (yaitu membaca surat al-Fatihah sesuai urutan ayatnya).
- Muwalat (yaitu membaca surat al-Fatihah dengan tanpa terputus).
- Memperhatikan makhroj huruf (tempat keluar huruf) serta tempat-tempat tasydid.
- Tidak lama terputus antara ayat-ayat al-Fatihah ataupun terputus sebentar dengan niat memutuskan bacaan.
- Membaca semua ayat al-Fatihah.
- Basmalah termasuk ayat dari al-fatihah.
- Tidak menggunakan lagu yang dapat merubah makna.
- Membaca surat al-Fatihah dalam keaadaan berdiri ketika sholat fardhu.
- Mendengar surat al-Fatihah yang dibaca.
- Tidak terhalang oleh dzikir yang lain.
- Tasydid huruf “Lam” jalalah pada lafal (الله ).
- Tasydid huruf “Ra’” pada lafal ( الرّحمن ).
- Tasydid huruf “Ra’” pada lapal ( الرّحيم).
- Tasydid “Lam” jalalah pada lafal ( الحمد لله).
- Tasydid huruf “Ba’” pada kalimat (ربّ العالمين ).
- Tasydid huruf “Ra’” pada lafal (الرّحمن ).
- Tasydid huruf “Ra’” pada lafal ( الرّحيم).
- Tasydid huruf “Dal” pada lafal (الدّين ).
- Tasydid huruf “Ya’” pada kalimat إيّاك نعبد) ).
- Tasydid huruf “Ya” pada kalimat (وإيّاك نستعين ).
- Tasydid huruf “Shad” pada kalimat ( اهدنا الصّراط المستقيم).
- Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (صراط الّذين ).
- Tasydid “Dhad” pada kalimat (ولا الضالين).
- Tasydid huruf “Lam” pada kalimat (ولا الضالين).
Surat Al
Fatihah adalah Ummul Qur`an (Induknya Al Qur`an) dan Ruhnya Al Qur`an
karena di dalamnya terkumpul macam-macam pujian, sifat-sifat yang
tinggi bagi Allah subhanahu wa ta’ala, penetapan tentang kerajaan dan
kekuasaan-Nya, adanya hari kiamat dan hari pembalasan, demikian pula
ibadah serta niat. Terkandung
pula di dalamnya macam-macam Tauhid dan beban syariat. Juga
mengandung doa yang paling utama dan permintaan yang paling mulia,
yaitu permintaan agar selamat dari jalannya orang-orang yang menentang
dan yang sesat menuju jalannya orang-orang yang berilmu dan
orang-orang yang mengamalkan ilmunya.
Sebagaimana
telah ditetapkan dalam risalah kenabian dengan jalan harus
mengikutnya. Oleh sebab itu maka wajib membaca Al Fatihah di tiap-tiap
rakaat. Sah dan tidaknya shalat bergantung dengannya. Dan peniadaan
hakekat shalat yang syar’i tanpa membacanya. Hal ini dikuatkan dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dari Abu Hurairah
rodhiyallahu ‘anhu secara marfu’ (sampai pada Nabi shollallahu ‘alaihi
wa sallam):
لاَ تُجْزَئُ صَلاَةٌ لاَ يُقْرَأُ فِيْهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ.
“Tidak diberi pahala shalat (seseorang) yang tidak membaca Ummul Qur`an (Al Fatihah).”
Perselisihan Para Ulama
Telah
berlalu pembahasan bahwa menurut madzhab Hanafiyah, disyariatkan
membaca Al Fatihah di dalam shalat, tetapi mereka membolehkan untuk
tidak membacanya walaupun mampu membacanya.
Yang benar adalah pendapat mayoritas ulama, yaitu harus membaca Al Fatihah tatkala mampu.
Telah
terdahulu tentang dalil-dalil kedua kelompok ini. Sementara itu
mereka sepakat atas wajibnya membaca Al Fatihah bagi imam dan orang
yang shalat sendirian. Mereka berselisih tentang membaca Al Fatihah
bagi makmum.
Kelompok
Hanabilah dan Hanafiyah berpendapat: “Gugur bagi makmum secara mutlak
bacaannya. Sama saja dia shalat sirriyah (samar) maupun jahriyah
(yang bacaannya dikeraskan).”
Sedangkan
Syafi’iyah dan ahlul hadits berpendapat: “Wajib membaca Al Fatihah
bagi tiap orang yang shalat, baik imam, makmum, atau orang yang shalat
sendirian.”
Malikiyah
berpendapat bahwa wajib membaca Al Fatihah bagi makmum ketika shalat
sirriyah, dan gugur baginya ketika shalat jahriyah, sebagaimana
riwayat dari Imam Ahmad serta didukung oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dan yang lainnya dari ulama Muhaqiqin. Kelompok Hanafiyah
berdalilkan hadits:
مَنْ صَلَّى خَلْفَ إِمَامٍ، فَقِرَاءَةُ اْلإِمَامِ قِرَاءَةٌ لَهُ.
“Barangsiapa yang shalat di belakang imam maka bacaan imam adalah bacaan makmum.”
Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
﴿وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَأَنْصِتُوْا﴾ [الأعراف: ٢٠٤]
“Apabila dibacakan Al Qur`an maka dengarkanlah oleh kalian dan diamlah.” (QS Al A’raf: 204).
Dan dalam sebuah hadits:
إِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوْا.
“Dan apabila imam membaca maka diamlah.”
Syafi’iyah
dan ulama yang sependapat dengannya berdalilkan dengan hadits Ubadah
bin Shamit rodhiyallahu ‘anhu (hadits ke-94). Mereka membantah hadits:
مَنْ صَلَّى خَلْفَ اْلإِمَام …
“Barangsiapa yang shalat di belakang imam maka bacaan imam adalah bacaan makmum.”
Seperti
yang dikatakan oleh Ibnu Hajar: “(Hadits ini) pada seluruh jalur
(sanadnya) memiliki ilah, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Adapun
riwayat hadits: “Dan apabila imam membaca maka diamlah.” Dan selain
dari keduanya, ini umum untuk seluruh bacaan, sedangkan hadits Ubadah
bin Shamit khusus untuk bacaan Al Fatihah.”
Saya
berkata (Syaikh Alu Bassam): “Yang membuat hati tenang dalam masalah
ini yaitu yang dirinci seperti pendapatnya Imam Malik, dan Imam Ahmad,
pada salah satu dari kedua riwayatnya karena mengumpulkan dalil-dalil
dari dua kelompok di atas dan mengamalkan seluruhnya. Bacaan Al
Fatihah akan hilang dari makmum ketika shalat sirriyah tatkala dia
tidak membacanya dan tidak mendengarnya dari imam. Dan tidak ada
faedahnya seorang imam selama makmum itu menyibukkan diri untuk
membaca, sebagaimana harusnya membaca Al Faatihah bagi makmum tatkala
dia tidak mendengar karena (tempatnya) jauh atau tuli, agar tidak
mengganggu (makmum) di sebelahnya yang mereka itu diam.”
FAEDAH YANG DAPAT DIAMBIL DARI HADITS
1.
Wajib membaca Al Fatihah di tiap-tiap rakaat dalam shalat dan tidak
bisa diganti dengan bacaan lain tatkala dia mampu untuk membacanya.
2.
Batalnya shalat ketika meninggalkan bacaan Al Fatihah dengan sengaja,
karena bodoh dan lupa. Karena ini merupakan rukun, dan rukun-rukun
dalam shalat tidak bisa digugurkan secara mutlak.
3.
Akan tetapi telah terdahulu pembahasannya, yang benar dari tiga
pendapat di atas adalah wajib bagi makmum (membaca Al Fatihah) pada
shalat sirriyah, dan gugur baginya pada shalat jahriyah karena dia
mendengar bacaan imam.
thanks gan untuk ilmun nya
BalasHapussama2 gan
Hapusinfo yang sangat bermanfaat, thanks gan
BalasHapussama2,, belajar untuk menjadi lebih baik.
Hapusthanks...
BalasHapusMaaf, bukankah di dalam Islam tidak boleh menyebut "katanya"? Di dalam Islam itu jika berbicara harus jelas sumbernya. Tidak boleh asal copy paste lalu disebarluaskan tanpa mengetahui sumber asalnya.
BalasHapusIya mba Mita, patokan Islam itu ada 2.. Al-Qur'an dan Hadist..
BalasHapusJika diluar itu maka jelas hukumnya.
Sama seperti ucapan salam, jika disingkat ataupun dituliskan secara berbeda maka artinya pun akan berbeda. Mf, jika ada yg salah silahkan dikoreksi. Terimakasih atas masukannya.