Datangnya musim haji tiap tahunnya, memberikan berkah tersendiri untuk kafilah di luar Mekkah. Mereka berbondong-bondong datang dari penjuru negeri untuk berdagang, menjajakan barang dagangannya kepada para jamaah, seperti yang dilakukan Dhimah, tokoh suku Azd yang berada di Yaman.
Selama masa awal kenabian, suku Quraisy Mekkah menentang keras ajaran yang dibawa Muhammad. Dengan berbagai cara mereka melakukan penolakan dan tipu muslihat kepada nabi, termasuk menyebarkan isu bahwa Muhammad mengidap sakit gila. Kabar itu tersiar kemana-mana, sampai ke telinga Dhimah.
Selain berprofesi sebagai pedagang, Dhimah juga terkenal sebagai dukun yang mampu mengobati berbagai penyakit dengan mantra. Awalnya Dhimah menanggapi dingin kabar itu, namun setelah mengetahui silsilah Nabi Muhammad yang masih keturunan Abdul Muthalib bin hasyim, mendorong kepintarannya untuk menyembuhkan nabi.
Berbagai upaya dilakukan Dhimah untuk bisa bertemu nabi. Karena nama Nabi Muhammad SAW tersohor, tidak sulit untuk Dhimah mencarinya. "Hai Muhammad, aku akan memantrai penyakitmu. Maukah engkau kuobati?" kata Dhimah ketika bertemu nabi, seperti dikutip dari buku Mutiara akhlak Rasulullah SAW tulisan Ahmad Rofi Usmani.
Dengan lembut dan senyum, nabi mencoba memahami perasaan Dhimah yang mengaggapnya gila. Nabi tidak menanggapi tawaran Dhimah, dan hanya berkata "Sungguh, segala puji bagi Allah SWT. Kami memuji-Nya dan kami memohon pertolongan kepada-Nya. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah SWT, maka tiada yang bisa menyesatkannya."
"Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tiada yang bisa memberikannya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, Dialah satu-satunya Tuhan, tiada sekutu bagi-Nya, dan sungguh Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya," kata Nabi Muhammad SAW kepada Dhimah.
Tidak disangka, perkataan nabi membuat hati Dhimah terpesona. Dia menilai perkataan nabi bermakna dalam. Dhimah kemudian meminta nabi untuk mengulangi perkataan tersebut sampai tiga kali.
"Wahai Muhammad, aku pernah mendengar kata-kata para peramal, penyihir, dan kata-kata para penyair. Namun, aku belum pernah mendengar seperti kata-katamu tadi yang laksana lautan tiada bertepi," kata Dhimah setelah merenungi perkataan nabi.
Seketika Dhimah tertegun, hatinya bergolak. Perkataan Nabi Muhammad SAW diresapinya layaknya oase di tengah gurun tandus, keyakinan Dhimah menyentuh kebenaran sejati. Ketika itu, Dhimah di hadapan nabi dan sahabat, menyatakan diri sebagai Muslim dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Selama menjadi Muslim di Mekkah, Dhimah mempelajari Islam kepada nabi. Tiada henti-hentinya dia bersemangat menyimak dan mempraktikkan ibadah yang dicontohkan nabi. Sepulangnya dari Mekkah, Dhimah menjadi seorang penyair Islam yang tangguh.
0 komentar:
Posting Komentar