Namaku E. Vekilov, 28 tahun dari Rusia. Aku masuk Islam pada tahun 1998, tepatnya setahun setelah aku menyelesaikan sekolah kedokteranku dengan spesifikasi bedah. Sekarang ini aku tengah menyelesaikan program pasca sarjana dan lagi mempersiapkan thesis gelar masterku. Langkahku menerima Islam sedikit tidak lazim di kalangan masyarakat Rusia modern. Karena sudah kadung berkembang luas di Rusia, adanya anggapan bahwa kebanyakan muslim itu tidak berpendidikan dan terbelakang.
Bagiku justru, ilmu pengetahuanlah yang
membantuku menentukan pilihanku ini: sedikit lebih tahu tentang aneka
ragam struktur anatomi makhluk hidup benar-benar menunjukkan kebesaran
Sang Pencipta. Dengan seringnya melihat berbagai penyakit dan
penderitaan orang lain membuatku makin memaknai arti hidup ini. Dan aku
semakin diyakinkan dengan adanya takdir Tuhan pada seseorang bahwa
sepintar apapun dia, sekaya apapun dia dan sekeras apapun usahanya tetap
tidak mampu melawan takdir yang telah Tuhan tetapkan padanya.
Lantas, darimana kuperoleh gagasan
tentang Sang Pencipta ini? Sedangkan aku hidup di lingkungan yang
kebanyakan orang-orangnya berfaham atheis ini. Aku sendiri, dibesarkan
dalam keluarga yang notabene tidak beragama, kedua orangtuaku dan
nenekku tidak beragama. Sejak kecil aku tidak mendapat pendidikan
tentang agama akan tetapi samar-samar aku ingat dulu pernah merasa bahwa
Dia dzat yang Maha Besar yang menciptakan alam semesta ini.
Ketika remaja, aku banyak membaca
literature tentang agama, tetapi yang ada di Rusia kebanyakan tentang
faham atheis saja dan aku tidak menemukan hal yang bisa menarik
perhatianku. Kemudian, di awal tahun 90 an, aku memiliki Injil
Perjanjian Baru. Setelah mempelajarinya, aku malah makin tidak
mengerti. Aku tidak mengerti, bagaimana kedudukan Yesus sebenarnya,
bagaimana ia bisa jadi manusia dan jadi Tuhan sekaligus, bagaimana Tuhan
bisa mempunyai anak, mengapa harus ada trinitas dan mengapa Yesus
menanggung semua dosa manusia.
Aku telah
menanyakannya pada pendeta, tetapi ia terus saja menjawab bahwa Injil
itu mutlak diyakini kebenarannya bukannya ditelusuri masuk akal tidaknya
seperti buku-buku biasa lainnya. Dan bagaimana gereja bisa menentukan
mana yang sacral dan mana yang tidak. Karena antara gereja satu dengan
lainnya kadang berbeda. Hal lain yang mengganjalku adalah pengikut
gereja memerlukan perantara untuk berdoa kepada Tuhan, tidak bisa tidak,
menurut para pendeta. Belum lagi hal-hal tentang Yesus sang Penebus
Dosa, sakramen, tokoh atau orang-orang suci dan imejnya dan pelayanan
gereja yang rumit lainnya. Benar-benar tidak mudah untuk dipahami. Aku
memilih untuk tidak bergabung dengan hal-hal seruwet itu.
Kenudian, aku berupaya hidup mengikuti
arus yang ada. Menjalani rutinitas seperti biasanya meskipun kekosongan
jiwa terus menderaku. Ternyata lama kelamaan aku makin merasa makin
kehilangan arah dan makin tersesat saja. Dan tanpa kusangka-sangka, di
musim semi tahun 1998, aku bertemu salah seorang kolegaku. Seorang ahli
bedah juga yang telah bekerja selama 12 tahun di Mauritania (barat laut
Afrika) dan dalam rangka pulang kampong sebentar ke Rusia. Ternyata di
sana ia telah masuk Islam. Karena sering berkomunikasi dengannya secara
intens, aku sedikit demi sedikit mulai mengenal Islam. Bahkan kemudian,
ia secara khusus mencarikanku literature-literatur tentang Islam dalam
bahasa Rusia, menerangkannya padaku, membacakan Al Qur’an dan
menerjemahkannya juga.
Selain itu, ternyata ia juga mahir
berbahasa Arab. Dengan merendah, ia mengatakan di sela-sela kesibukannya
sebagai dokter, tanpa kenal lelah ia terus belajar bahasa Arab.
Meskipun awalnya sulit sekali. Walaupun kami hanya bertemu dalam waktu
yang tidak terlalu lama, apa yang disampaikannya padaku sungguh sangat
mengena di hatiku. Aku merasa inilah jalan hidup yang benar. Tanpa perlu
membuang-buang waktu lagi, aku mengutarakan keinginanku masuk Islam.
Di suatu hari yang cerah, kami ditemani
rekannya yang bernama Halid, datang ke mesjid di pusat kota. Di depan
seorang imam dan beberapa muslim lainnya, aku mengucapkan dua kalimat
syahadat. Sejak saat itulah, hidupku benar-benar berubah. Berubah dalam
arti yang baik. Dalam pencarianku yang panjang, akhirnya aku menemukan
Islam yang di dalamnya aku bisa menemukan ketenangan pikiran dan jiwa.
Ini benar-benar karunia yang besar dari Allah subhanahu wa ta’ala. Ada
hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Bahwa setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya yaitu Islam, orang tuanyalah yang membuatnya jadi Kriten, Yahudi ataupun Majusi.”
Seiring dengan proses belajar menjadi
seorang muslim yang baik, maka kehidupan pribadi ku juga makin membaik.
Hal ini turut membawa pengaruh baik dalam lingkungan kerja dan
lingkungan keluargaku. Banyak yang terheran-heran dengan perubahanku
ini. Seorang pria muda yang bekerja di bidang dimana atmosfirnya
dipenuhi daya tarik materialistis, di samping erat terlibat dengan
sains, kok tiba-tiba menjadi seorang muslim. Sering ke masjid dan
menghadiri majelis taklim, tidak makan daging babi, berjenggot dan
melaksanakan shalat.
Jika seseorang hanya diberi dua pillihan:
masuk Kristen atau masuk Islam. Orang yang berakal sehat tidak akan
ragu-ragu dengan pilihannya, dan akan lebih memilih Islam dengan
ajarannya yang meyakini hanya ada satu Tuhan saja, yaitu Allah subhanahu
wa ta’ala dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai Nabi
dan Rasul-Nya ketimbang Kristen dengan keruwetan theologinya.
Yang pasti, tidak semua yang ada di
sekitarku memahami dan mendukung pilihanku ini. Ada yang mengataiku gila
dan pengkhianat Russia. Ada juga yang menjulukiku ‘Wahhabi’ dan itu
mungkin hanya karena aku sekarang berjenggot.
Dibanding dengan pendahuluku sesama orang
Rusia, Lev Tolstoy, liku-liku yang kujalani setelah memeluk Islam
takkan ada apa-apanya. Tak banyak yang tau memang, kalo Lev Tolstoy,
cendekiawan dan penulis terkenal dari Rusia yang banyak berkontribusi
dalam karya sastra dan sejarah Rusia ternyata sudah memeluk Islam. Sejak
tahun 1870 an, ia lebih berkonsentrasi pada hal-hal seputar kematian,
dosa, hukuman dan perbaikan moral dalam karya-karyanya. Cara berpikirnya
seperti itu dianggap sangat tidak lazim oleh masyarakat Rusia saat itu.
Sehingga ia dikucilkan dan dianggap sebagai orang terkutuk. Kerabat dan
teman-teman dekatnya semua menjauh. Tokoh liberal menganggapnya gila.
Tokoh revolusioner dan radikal menganggapnya penuh mistis. Pemerintah
menganggapnya pemberontak yang berbahaya. Pihak gereja menganggapnya
sebagai pengikut aliran setan terlaknat. Ia akui semua itu berat
baginya, akan tetapi predikat muslim yang tertanam dalam hatinya cukup
sebagai pelipur lara. Ia berkata,
“Cukup lihat aku sebagai seorang muslim yang baik dan yang hanya bertuhankan Allah subhanahu wa ta’ala dan Muhammad adalah utusan-Nya, maka semua akan baik-baik saja.”
Seperti yang kita tahu ada hadits yang
mengatakan bahwa dunia ini adalah penjara bagi orang mukmin dan surga
bagi orang kafir. Biarkan saja orang lain menertawakanmu sekarang itu
lebih baik daripada cemoohan syaitan padamu di hari Pembalasan kelak,
karena telah berhasil memperdayaimu. Semoga kisahku ini bermanfaat dan
semua yang benar datangnya dari Allah.
0 komentar:
Posting Komentar